PENGANTAR FARMAKOLOGI
1.
PENDAHULUAN
Suatu obat yang diminum per
oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan
farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat
berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membran biologis. Jika obat
diberikan melalui rute subkutan, intramuskular, atau intravena, maka tidak
terjadi fase farmasetik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat
proses (subfase): absorpsi, distribusi, metabolisms (atau biotransformasi), dan
ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis
atau fisiologis.
FASE FARMASETIK
Sekitar 80% obat diberikan
melalui mulut; oleh karena itu, farmasetik (disolusi) adalah fase pertama dari
kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar
dapat diabsorbsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus
didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam
cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi. Obat dalam bentuk cair sudah
dalam bentuk larutan.
Tidak 100% dari sebuah
tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan pelembam yang dicampurkan dalam
pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai ukuran tertentu dan mempercepat
disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam obat seperti ion kalium (K) dan
Natrium (Na) dalam kalium penisilin dan natrium penisilin, meningkatkan
penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk di absorbsi dalam saluran
gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Dengan penambahan kalium atau
natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak diabsorpsi gaster bayi
mempunyai pH yang tinggi (basa) daripada orang dewasa, sehingga bayi menyerap
lebih banyak penisilin.
Disintegrasi adalah
pemecahan atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi
adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan
gastrointestinal untuk diabsorpsi. Rate limiting adalah waktu yang
dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk
diabsorpsi oleh tubuh. Obat-Obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap
oleh saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya,
obat-obat berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan
asam yang mempunyai pH 1 atau 2 dari pada cairan basa. Orang muda dan tua
mempunyai keasaman lambung yang lebih rendah, sehingga pada umumnya absorpsi
obat lebih lambat untuk obat-obat yang diabsorpsi terutama melalui lambung.
Obat-Obat dengan
enteric-coated, EC (selaput enterik) tidak dapat didisintegrasi oleh asam
lambung, sehingga didisintegrasinya baru terjadi jika jika berada dalam suasana
basa di dalam usus halus. Tablet enteric-coated dapat bertahan di dalam lambung
untuk jangka waktu lama; sehingga; oleh karenanya obat-obat yang demikian kurang
efektif atau efek mulanya menjadi lambat. Makanan dalam saluran
gastrointestinal dapat mengganggu pengenceran dan absorpsi obat-obat tertentu.
Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau makanan
diperlukan untuk mengencerkan konsentrasi obat.
FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik adalah proses
pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.
Empat proses yang termasuk
di dalamnya adalah: absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi),
dan ekskresi (atau eliminasi).
Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan
partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh
melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis. Kebanyakan obat oral
diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas. Jika
sebagain dari vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dari usus halus,
maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein, seperti
insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim
pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan proses difusi, obat tidak
memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi aktif membutuhkan karier
(pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan konsentrasi. Sebuah enzim atau
protein dapat membawa obat-obat menembus membran. Pinositosis berarti membawa
obat menembus membran dengan proses menelan Membran gastrointestinal
terutama terdiri dari lipid (lemak) dan protein, sehingga obat-obat yang larut
dalam lemak cepat menembus membran gastrointestinal. Obat-obat yang larut dalam
air membutuhkan karier, baik berupa enzim maupun protein, untuk melalui
membran. Partikel-partikel besar menembus membran jika telah menjadi tidak
bermuatan (nonionized, tidak bermuatan positif atau negatif). Obat-obat asam
lemah, seperti aspirin, menjadi kurang bermuatan di dalam lambung, dan aspirin
melewati lambung dengan mudah dan cepat. Asam hidroklorida merusak beberapa
obat, seperti penisilin G; oleh karena itu, penisilin oral diperlukan dalam
dosis besar karena sebagian hilang akibat cairan lambung.
INGAT: Obat-obat yang larut
dalam lemak dan tidak bermuatan diabsorpsi lebih cepat daripada obat – obat
yang larut dalam air dan bermuatan.
Absorpsi obat dipengaruhi
oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan, makanan dan pH. Sirkulasi yang
buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi
absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat, pedas, dan berlemak dapat
memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih
banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran
gastrointestinal.
Obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat di
otot-otot yang memiliki lebih banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada
otot-otot yang memiliki lebih sedikit pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih
lambat pada jaringan yang demikian.
Beberapa obat tidak
langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik setelah absorpsi tetapi melewati
lumen usus masuk ke dalam hati, melalui vena porta. Di dalam hati, kebanyakan
obat dimetabolisasi menjadi bentuk yang tidak aktif untuk diekskresikan,
sehingga mengurangi jumlah obat yang aktif Proses ini di mana obat melewati
hati terlebih dahulu disebut sebagai efek first-pass, atau first-pass hepatik.
Contoh-contoh obat-obat dengan metabolisme first-pass adalah warfarin
(Coumadin) dan morfm. Lidokain dan nitrogliserin tidak diberikan secara oral,
karena kedua obat ini mengalami metabolisme first-pass yang luas, sehingga
sebagian besar dar dosis yang diberikan akan dihancurkan.
Distribusi
Distribusi adalah proses di
mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat
dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap
jaringan, dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di
dalam plasma, kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin) dalam
derajat (persentase) yang berbeda-beda. Obat-Obat yang lebih besar dari 80%
berikatan dengan protein dikenal sebagai obat-obat yang berikatan dengan tinggi
protein. Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah
diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin 49% berikatan
dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian
obat yang berikatan bersifat inaktif, dan bagian obat selebihnya yang tidak
berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak
berikatan dengan protein yang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respons
farmakologik. Dengan menurunnya kadar obat bebas dalam jaringan, maka lebih
banyak obat yang berada dalam ikatan dibebaskan dari ikatannya dengan protein
untuk menjaga keseimbangan dari obat yang dalam bentuk bebas.
Jika ada dua obat yang
berikatan tinggi dengan protein diberikan bersama-sama maka terjadi persaingan
untuk mendapatkan tempat pengikatan dengan protein, sehingga lebih banyak obat
bebas yang dilepaskan ke dalam sirkulasi. Demikian pula, kadar protein yang
rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga
meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma. Dengan demikian dalam hal ini
dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang diresepkan dibuat
berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.
Jadi penting sekah untuk
memeriksa persentase pengikatan dengan protein dari semua obat-obat yang
diberikan kepada klien untuk menghindari kemungkinan toksisitas obat. Seorang
perawat juga harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma klien
karena penurunan protein (albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan
dengan protein, sehingga memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi.
Tergantung dari obat (obat-obat) yang diberikan, akibat dari hal ini dapat
mengancam nyawa. Abses,
eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat. Antibiotika tidak
dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat. Selain itu,
beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang,
hati, mata, dan otot.
Metabolisme
atau Biotransformasi
Hati merupakan tempat utama
untuk metabolisme. Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan
kemudian diubah atau ditransformasikan oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit
inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan. Tetapi, beberapa
obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan respons
farmakologik. Penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis,
mempengaruhi metabolisms obat.
Waktu paruh, dilambangkan
dengan t1/2, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh
konsentrasi obat untuk dieliminasi. Metabolisms dan eliminasi mempengaruhi
waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh
obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan
dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terns menerus, maka dapat terjadi
penumpukan obat. Suatu
obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu
dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650 mg aspirin (miligram) dan waktu
paruhnya adalah 3 jam, maka dibutuhkan 3 jam untuk waktu paruh pertama untuk
mengeliminasi 325 mg, dan waktu paruh kedua (atau 6 jam) untuk mengeliminasi
162 mg berikutnya, dan seterusnya, sampai pada waktu paruh keenam (atau 18 jam)
di mana tinggal 10 mg aspirin terdapat dalam tubuh. Waktu paruh selama 4-8 jam
dianggap singkat, dan 24 jam atau lebih dianggap panjang. Jika suatu obat
memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin:. 36 jam), maka diperlukan beberapa
hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya. Waktu paruh obat
juga dibicarakan dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses
farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.
Ekskresi,
atau Eliminasi
Rute utama dari eliminasi
obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru-paru,
saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang
larut dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.
Obat-obat yang berikatan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal.
Sekali obat dilepaskan ikatannya dengan protein, maka obat menjadi bebas dan
akhirnya akan diekskresikan melalui urin. pH urin mempengaruhi
ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin, suatu asam
lemah, dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorang meminum
aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah
pH urin menjadi basa. Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan
pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.
FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik mempelajari
efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat.
Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau
kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan efek sekunder bisa
diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek
primer dan sekunder adalah difenhidramin (Benadryl), suatu. antiMstamin. Efek
primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek
sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk.
Efek sekunder ini tidak diinginkan jika sedang mengendarai mobil, tetapi pada
saat tidur, dapat menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan.
Mula, Puncak,
dan Lama Kerja
Mula kerja dimulai pada
waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai mencapai konsentrasi efektif
minimum (MEC= minimum effective concentration). Puncak kerja terjadi pada saat
obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah
lamanya obat mempunyai efek farmakologis. Beberapa obat menghasilkan
efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan waktu beberapa hari
atau jam. Kurva respons-waktu menilai tiga parameter dari kerja obat: mula
kerja obat, puncak kerja, dan lama kerja kadar obat dalam plasma
atau serum menurun di bawah ambang atau MEC, maka ini berarti dosis obat yang
memadai tidak tercapai; kadar obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
toksisitas.
Teori
Reseptor
Kebanyakan reseptor,
berstruktur protein, ditemukan pada membran sel. Obat-obat yang bekeria melalui
reseptor, dengan berikatan dengan reseptor maka akan menghasilkan (memulai)
respon atau menghambat (mencegah) respon. Aktivitas dari kebanyakan obat
ditentukan oleh kemampuan obat untuk berikatan dengan reseptor spesifik.
Semakin baik suatu obat berikatan dengan tempat reseptor, maka obat tersebut
semakin aktif secara biologis. Ini serupa dengan memasukkan kunci yang tepat ke
dalam lubang kunci.
Obat – Obat yang menghasilkan
respons disebut agonis, dan obat – obat yang menghambat
respons disebut antagonis. Isopreterenol (Isuprel) merangsang reseptor beta 1, dan karena itu disebut
sebagai agonis. Simetidin (Tagamet), suatu antagonis menghambat reseptor H2,
sehingga mencegah sekresi asam lambung yang berlebihan.
Hampir semua obat, agonis dan antagonis, kurang mempunyai efek spesifik dan
selektif.
Sebuah reseptor yang
terdapat di tempat – tempat yang berbeda dalam tubuh
menghasilkan bermacam-macam respons fisiologis, tergantung di mana reseptor itu
berada. Reseptor-reseptor
kolinergik terdapat di kandung kemih, jantung, pembuluh darah, paru-paru dan
mata. Sebuah obat yang merangsang atau menghambat reseptor-reseptor kolinergik
akan bekerja pada semua letak anatomis. Obat-Obat yang bekerja pada berbagai
tempat seperti itu dianggap sebagai nonspesifik atau memiliki nonspesifitas.
Betanekol (Urecholine)
dapat diresepkan untuk retensi urin pascabedah untuk meningkatkan kontraksi
kandung kemih. Karena betanekol mempengaruhi reseptor kolinergik, maka tempat
kolinergik lain ikut terpengaruh; denyut jantung menurun, tekanan darah
menu-run, sekresi asam lambung meningkat, bronkiolus menyempit, dan pupil mata
mengecil . Efek-efek lain ini mungkin diinginkan mungkin juga tidak, dan
mungkin berbahaya atau mungkin juga tidak berbahaya bagi pasien. Obat-obat yang
menimbulkan berbagai respons di seluruh tubuh ini memiliki respons yang
nonspesifik.
Obat-obat juga dapat
bekerja pada reseptor-reseptor yang berbeda. Obat-obat yang mempengaruhi
berbagai reseptor disebut nonselektif atau memiliki non selektifitas.
Klorpromazin (Thorazine) bekerja pada reseptor-reseptor norepinefrin, dopamin,
asetilkolin, dan histamin, dan berbagai respons dihasilkan dari tempat-tempat
reseptor itu . Salah satu contoh lain adalah epinefrin. la bekerja pada
reseptor-reseptor alfa, betas, dan beta 2. Obat-obat yang menghasilkan
respons tetapi tidak bekerja pada reseptor dapat berfungsi dengan merangsang
aktivitas enzim atau produksi hormon.
Empat kategori dari kerja
obat meliputi perangsangan atau penekanan, penggantian, pencegahan atau
membunuh organisms, dan iritasi. Kerja obat yang merangsang akan meningkatkan
kecepatan aktivitas sel atau meningkatkan sekresi dari kelenjar.
Obat-obat pengganti,
seperti insulin, menggantikan senyawa-senyawa tubuh yang esensial. Obat-obat
yang mencegah atau membunuh organisme menghambat pertumbuhan sel bakteria.
Penisilin mengadakan efek bakterisidalnya dengan menghambat sintesis dinding
sel bakteri. Obat-obat juga dapat bekerja melalui mekanisme iritasi. Laksatif
dapat mengiritasi dinding kolon bagian dalam, sehingga meningkatkan peristaltik
dan defekasi.
Kerja obat dapat
berlangsung beberapa jam, hari, minggu, atau bulan. Lama kerja tergantung dari
waktu paruh obat, jadi waktu paruh merupakan pedoman yang penting untuk
menentukan interval dosis obat. Obat- obat dengan waktu paruh pendek, seperti
penisilin G (t1/2 nya 2 jam), diberikan beberapa kali sehari; obat-obat dengan
waktu paruh panjang, seperti digoksin (36 jam), diberikan sekali sehari. Jika
sebuah obat dengan waktu paruh panjang diberikan dua kali atau lebih dalam
sehari, maka terjadi penimbunan obat di dalam tubuh dan mungkin dapat
menimbulkan toksisitas obat. Jika terjadi gangguan hati atau ginjal, maka waktu
paruh obat akan meningkat. Dalam hal ini, dosis obat yang tinggi atau seringnya
pemberian obat dapat menimbulkan toksisitas obat.
2. INDEKS
TERAPEUTIK DAN BATASAN TERAPEUTIK
Keamanan obat merupakan hal
yang utama. Indeks terapeutik (TI), yang perhitungannya seperti tertera di
bawah, memperkirakan batas keamanan sebuah obat dengan menggunakan rasio yang
mengukur dosis terapeutik efektif pada 50% hewan (ED50) dan dosis letal
(mematikan) pada 50% hewan (LD50). Semakin dekat rasio suatu obat kepada angka
1, semakin besar bahaya toksisitasnya.
Obat – obat dengan indeks
terapeutik rendah mempunyai batas keamanan yang sempit. Dosis obat mungkin
perlu penyesuaian dan kadar obat dalam plasma (serum) perlu dipantau karena
sempitnya jarak keamanan antara dosis efektif dan dosis !etal. Obat-obat dengan
indeks terapeutik tinggi mempunyai batas keamanan yang lebar dan tidak begitu
berbahaya dalam menimbulkan efek toksik. Kadar obat dalam plasma (serum) tidak
perlu dimonitor secara rutin bagi obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik
yang tinggi.
Batas terapeutik dari
konsentrasi suatu obat dalam plasma harus berada di antara MEC (konsentrasi
obat terendah dalam plasma untuk memperoleh kerja obat yang diinginkan), dan
efek toksiknya. Jika batas terapeutik diberikan, maka ini mencakup baik bagman
obat yang berikatan dengan protein maupun yang tidak. Buku referensi obat
memberikan banyak batas terapeutik obat dalam plasma (serum). Jika batas
terapeutik sempit, seperti digoksin, 0,5-2 ng/mL (nano-gram per milimeter),
kadar dalam plasma perlu dipantau secara periodik untuk menghindari toksisitas
obat. Pemantauan batas terapeutik tidak perlu jika obat tidak dianggap sangat
toksik.
Kadar
Puncak dan Terendah
Kadar obat puncak adalah
konsentrasi plasma tertingi dari sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat
diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian
obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya mungkin
dicapai dalam 10 menit. Sampel darith harus diambil pada waktu puncak yang
dianjurkan sesuai dengan rute pemberian.
Kadar terendah adalah
konsentrasi plasma terendah dari sebuah obat dan menunjukkan kecepatan
eliminasi obat. Kadar terendah diambil beberapa menit sebelum obat diberikan,
tanpa memandang apakah diberikan secara oral atau intravena. Kadar puncak
menunjukkan kecepatan absorpsi suatu obat, dan kadar terendah menunjukkan
kecepatan eliminasi suatu obat. Kadar puncak dan terendah diperlukan bagi
obat-obat yang memiliki indeks terapeutik yang sempit dan dianggap toksik,
seperti aminoglikosida (antibiotika) Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka
toksisitas akan terjadi.
Dosis
Pembebanan
Jika ingin didapatkan efek
obat yang segera, maka dosis awal yang besar, dikenal sebagai dosis pembebanan,
dari obat tersebut diberikan untuk mencapai MEC yang cepat dalam plasma.
Setelah dosis awal yang besar, maka diberikan dosis sesuai dengan resep per
hari. Digoksin, suatu preparat digitalis, membutuhkan dosis pembebanan pada
saat pertama kali diresepkan. Digitalisasi adalah istilah yang dipakai untuk
mencapai kadar MEC untuk digoksin dalam plasma dalam waktu yang singkat.
Efek
Sampling, Reaksi yang Merugikan, dan Efek Toksik
Efek samping adalah efek
fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang diinginkan. Semua obat
mempunyai efek samping baik yang diingini maupun tidak. Bahkan dengan dosis
obat yang tepat pun, efek samping dapat terjadi dan dapat diketahui bakal
terjadi sebelumnya. Efek samping terutama diakibatkan oleh kurangnya spesifitas
obat tersebut, seperti betanekol (Urecholine). Dalam beberapa masalah
kesehatan, efek samping mungkin menjadi diinginkan, seperti Benadryl diberikan
sebelum tidur: efek sampingaya yang berupa rasa kantuk menjadi menguntungkan.
Tetapi pada saat-saat lain, efek samping dapat menjadi reaksi yang merugikan.
Istilah efek samping dan reaksi yang merugikan kadang-kadang dipakai
bergantian. Reaksi yang merugikan adalah batas efek yang tidak diinginkan (yang
tidak diharapkan dan terjadi pada dosis normal) dari obat-obat yang
mengakibatkan efek samping yang ringan sampai berat, termasuk anafilaksis
(kolaps kardiovaskular). Reaksi yang merugikan selalu tidak diinginkan.
Efek toksik, atau
toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapeutik
obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai
indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk
obat-obat gang mempunyai indeks terapeutik sempit, seperti antibiotika
aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan ketat. Jika
kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan besar Akan
terjadi akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat.
Beberapa Istilah :
1)
Farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi, fisika,
kegiatan fisiologi, resorpsi dan nasibnya dalam organisme hidup.
2)
Farmakognosi
adalah pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman, mineral dan
hewan. Ekstrak Ginkoa biloba (penguat daya ingat), bawang putih
(antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi), ekstrak fever few (pencegah
migrain)
3)
Biofarmasi
adalah ilmu yang mempelajari pengaruh pembuatan sediaan farmasi terhadap efek terapeutik obat.
4)
Farmaceutical
availability (ketersediaan farmasi) : ukuran waktu yang diperlukan oleh obat
untuk melepaskan diri dari bentuk sediaannya dan siap untuk proses absorpsi.
Larutan – suspensi – emulsi – serbuk – kapsul – tablet – enterik coated – long
acting.
5)
Biological
availability (ketersediaan hayati) : prosentasi obat yang diresorpsi tubuh dari
suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapetiknya.
6)
Therapeutical
equivalent (kesetaraan terapeutik) : syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat
yang meliputi kecepatan melarut dan jumlah kadar zat yang berkhasiat yang harus
dicapai dalam darah.
7)
Bioassay
adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan hewan percobaan
seperti kelinci, tikus, dll
8)
Farmakokinetik
adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi
9)
Farmakodinamik
adalah mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terafi yang ditimbulkan.
10)
Toksikologi
adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
11)
Farmakoterapi
adalah ilmu yang mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau
gejalanya. Phytoterapi : menggunakan zat-zat dari tanaman untuk mengobati
penyakit
12)
Farmakologi
klinik adalah cabang farmakologi yang mempelajari efek obat pada manusia. Obat farmakodinamis,
bekerja terhadap host dengan jalan mempercepat atau memperlambat proses
fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh, misalnya hormon, diuretika,
hipnotika, obat otonom.
Obat kemoterapeutis, dapat
membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh host. Hendaknya obat ini memiliki
kegiatan farmakodinamis yang sekecil-kecilnya terhadap host, contoh :
antibiotik, antijamur, obat-obat neoplasma (onkolitik, sitostatik). Obat diagnostik, merupakan
obat pembantu untuk melakukan diagnosis (pengenalan penyakit), misalnya BaSO4
digunakan untuk diagnosis penyakit saluran pencernaan, Na propanoat dan asam
iod organik untuk sal empedu
Menurut
Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000
1) Obat bebas : Obat yang
dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, contoh : Minyak kayu putih,
OBH, OBP, Paracetamol, Vit. C, B Komplex, dll.
2) Obat bebas terbatas :Obat
bebas yang pada penjualannya disertai tanda peringatan, contoh :Antihistamin,
klorokuin, kalii kloras, suppositoria, dll.
3) Obat keras : Obat berbahaya
jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter., contoh :Adrenalin,
antibiotika, antihistamin, dll.
4) Obat wajib apotek: Obat
keras yang dapat diserahkan oleh apoteker tanpa resep dokter, contoh :
Linestrenol, salbutamol, basitrasin krim, ranitidin, dll.
5) Obat narkotika: Zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan, sintetis atau semisintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, contoh : Tanaman Papaver somniferum, kokain, ganja,
heroin, morfin, opium, kodein, dll
6) Obat psikotropika: Zat atau
obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku, contoh : Lisergida, psilosibina, amfetamin,
diazepam, fenobarbital, klordiazepoksida, dll
UJI
KLINIK OBAT
Ø Fase I : pengujian obat
untuk pertama kali pada manusia, yg diteliti : keamanan obat.
Ø Fase II : pengujian obat
utk pertama kali pd sekelompok kecil penderita, tujuan : melihat efek
farmakologik. Bisa dilakukan secara komparatif dg obat sejenis ataupun
plasebo.jml 100-200 og
Ø Fase III : Memastikan obat
benar2 berkhasiat, dibandingkan dg plasebo, obat sama tp dosis beda, obat lain
indikasi sama. Min 500 org
Ø Fase IV : Post Marketing
Drug Surveillance, tujuan menentukan pola penggunaan obat di masy, efektivitas
dan keamanannya.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Brown,
Michael, dkk, (2005), (Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach), Sixth
Edition, McGraw-Hill Companies: United States of America, hal : 1.713 (e- book
version of the text).
2)
Katzung,
Bertram G, (2004), Basic & clinical pharmacology, 9th Edition, Lange
Medical Books/Mcgraw-Hill: New York, Hal : 6, 152 (e-book version of the text).
3)
Kumar,
Vinay, dkk, (2005), (Robbins and Cotran Pathologic Basis Of Disease), Seventh
Edition, Elsevier Inc: USA, hal 1486 (e-book version of the text).
4)
S.B,
Zunilda, (1995), Pengantar Farmakologi dalam buku Farmakologi Dan Terapi, Edisi
Keempat, Editor: S.G Ganiswara,Jakarta: Fakutas Kedokteran Universitas
Indonesia, halaman 18-19.
5)
Tan,
Hoan, Tjay., & Kirana R., (2002), Obat-Obat Penting, Edisi Kelima, Cetakan
Kedua, Jakarta: Gramedia, halaman 47.
PENYAKIT GONDOK
Hingga saat ini angka gondok nasional
masih mencapai 9,8%, jauh di atas standar WHO yang mensyaratkan angka gondok di bawah lima
persen. Di beberapa provinsi seperti Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera
Barat, angka gondok bahkan mencapai 30%. Saat ini terdapat 1.779 kecamatan di
Indonesia yang menderita epidemik gondok dengan derajat yang bervariasi. Karena
itu, konsumsi iodium perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan kualitas
sumber daya manusia Indonesia dan mencegah terjadinya generasi yang hilang
(lost generation).
Hal ini sangat penting dilakukan
karena berdasarkan data indeks pengembangan sumber daya manusia (Human Development Index = HDI)
dari UNDP (tahun 2000) Indonesia berada pada urutan 109 dari 174 negara, yaitu
terendah di Asia. HDI untuk Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei, dan
Singapura, masing-masing berada pada peringkat 77, 67, 56, 25, dan 22. Dari
penelitian di Universitas Diponegoro Semarang terungkap bahwa pemberian iodium
pada siswa sekolah dapat mengurangi angka drop out. Selain mempengaruhi tingkat
kecerdasan, iodium ternyata dapat menaikkan semangat hidup dan kesehatan
seseorang, sehingga memperbesar daya juang.
Di Indonesia telah diadakan penelitian
pada anak sekolah dasar antara tahun 1980-1982 di 26 provinsi, didapatkan
prevalensi goiter lebih dari 10% pada 68,3% dari 966 kecamatan yang diperiksa,
dan di beberapa desa lebih dari 80% penduduknya dengan gondok.Pada tahun 1998
dilakukan pemeriksaan terhadap 46.000 anak sekolah dari 878 kecamatan yang
telah diseleksi pada tahun 1980-1982, dibandingkan data terdahulu prevalensi
gondok yang terlihat (visible goiter prevalences) menurun sekitar 37,2 sampai
50%.Tahun 1991, dilakukan survei di Indonesia bagian Timur (Maluku, Irian Jaya,
NTT, Timor Timur) pada 29.202 anak sekolah dan 1749 ibu hamil, didapatkan
gondok pada anak sekolah 12-13% dan ibu hamil 16-39%.Kemudian pada tahun 1996,
dilakukan survei di 6 propinsi, didapatkan gondok 3,1-5 %, di Maluku 33%.Pada
tahun 1998, mulai ada Thyro Mobile, yang memproses data ukuran kelenjar gondok
dan kadar yodium dalam urin.Berdasarkan data survei pada tahun 1980-1982,
diperkirakan 75.000 menderita kretin, 3,5 juta orang dengan gangguan mental,
bahkan di beberapa desa 10-15% menderita kretin.
Istilah penyakit kelenjar tiroid
mungkin tidak begitu sering sampai ditelinga masyarakat Indonesia kecuali
istilah penyakit Gondok yang memang sudah 'merakyat'. Penyakit kelenjar
tiroid mempunyai beberapa jenis dan deteksi dini merupakan kunci
pencegahan masalah jangka panjang. Sebagian penderita kelainan tiroid
memiliki gejala-gejala yang jelas dan menyebabkan mereka pergi mencari
bantuan, tapi sayangnya banyak juga yang tidak menunjukkan gejala
apapun. Karena gejala-gejala tersebut cenderung lambat berkembang dan mirip
dengan hal-hal lainnya, penyakit tiroid seringkali sulit di diagnosa tanpa
dukungan tes laboratorium. Gejala-gejala
dari kelenjar tiroid yang kurang aktif dikenal sebagai hipotiroidisme antara lain
adalah kelelahan, berat badan bertambah, tidak tahan dingin, kulit kering,
kolesterol tinggi, depresi dan pembesaran kelenjar tiroid. Gejala-gejala tiroid
yang hiperaktif meliputi kelelahan,berat badan menurun, keringat berlebihan,
tidak tahan panas, gugup, sulittidur, dan pembesaran kelenjar tiroid.
Kelenjar gondok (thyroid) disebut juga
Buah Apel Adam, berlokasi pada daerah leher bagian depan. Kelenjar ini menghasilkan
hormon yang juga sesuai dengan nama kelenjarnya, yang fungsinya mengatur
metabolisme tubuh. Hormon thyroid penting dalam mengatur energi tubuh,
penggunaan vitamin serta hormon lain dan pertumbuhan serta maturasi jaringan
tubuh. Penyakit kelenjar gondok (PKG) bisa akibat dari kurangnya produksi
hormon (hypothyroid) atau berlebihnya produksi hormon (hyperthyroid). Penyakit
gondok/struma,adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan
(pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar gondok yang tidak
normal.
Kebanyakan penyakit gondok disebabkan
oleh kekurangan yodium dalam makanan
Penyakit Gondok disebabkan aktivitas kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon
tiroksin rendah.Oleh karena itu,perlu diberi tambahan hormon tiroksin bagi
penderita.Jika hormon tiroksin yang diberikan bagi penderita penyakit gondok
berlebihan,dapat menyebabkan masa tulang berkurang sehingga beresiko terserang
oestoporosis.(Sasongko,2007)
Di Indonesia terdapat banyak daerah
yang menunjukkan adanya defisiensi yodium. Zat ini berperan dalam
membangunfisik dan mental manusia. Mereka yang menderita defisiensi yodium
memperlihatkan gambaran klinik pembesaran kelenajr tiroid. Di negara kiat
penyakit ini bersifat endemik yang disebut dengan gondok endemik. penyakit ini
merupakan salah satu dari 4 penyakit gizi utama di indonesia yang perlu
ditanggulangi dan ditangani dalam pelita V. Penyakit gondok endemik banyak
dijumpai di darah pegunungan atau dataran tinggi dimana tanah dan airnya kurang
mengandung zat yodium.(Rauf,1990)
Deskripsi
Kelenjar gondok atau disebut kelenjar
tiroid, adalah kelenjar yang normalnya berlokasi dibagian tengah-depan dari
leher kita. Ada tiga bagian yaitu : lobus kanan, lobus kiri dan lobus
intermedius yang menghubungkan Â
lobus kanan dan lobus kiri. Dalam
keadaan normal, kelenjar tiroid berukuran kecil, dengan berat hanya 2-4 gram
posisinya dileher depan bagian tengah dan tidak teraba. Sehingga pada leher
orang normal tidak tampak tonjolan atau massa yang mengganggu pemandangan
seperti apa yang kita lihat pada penderita gondok.
Struma, yang bagi masyarakat awam
dikenal dengan nama penyakit gondok, ternyata merupakan salah satu gejala dari
hipertiroid di dunia kedokteran. Struma terjadi akibat pembengkakan pada
kelenjar tiroid. Struma atau penyakit gondok merupakan tanda awal hipertiroid,
yang diakibatkan hormon tiroid yang diproduksi oleh tubuh keluar secara
berlebih. Demikian dikatakan dr. Edwin Siregar.
Dikatakan dokter umum dari Kecamatan
Nanggung itu, penyakit gondok terjadi akibat kekurangan iodium. “Dari
penelitian di puskesmas, biasanya penyakit ini terjadi di daerah yang
penduduknya kurang mengkonsumsi garam dapur beriodium,” ujar Edwin kepada
Jurnal Bogor, kemarin. Ciri-ciri
awal yang mudah dikenali dari penyakit hipertiroid adalah pembengkakan di
kelenjar tiroid pada leher. “Biasanya kelenjar ini tidak dapat dideteksi atau
diraba dengan tangan telanjang. Namun, kalau ada pembengkakan di leher, maka
bisa jadi itu merupakan gejala awal struma, yang berkembang menjadi
hipertiroid,” jelasnya. Pembengkakan
pada leher tersebut, di dunia kedokteran dikenal dengan nama nodul. “Nodul
adalah penonjolan keatas permukaan kulit atau jaringan, yang keras namun sedikit
mengandung cairan,” katanya.
Gejala lain, lanjutnya, si penderita
akan mengalami penurunan berat badan, cepat letih, tidak tahan dengan panas,
selalu berkeringat, selalu gugup, mengalami strenor atau selalu gemetaran.
“Ciri-ciri tersebut sangat gampang dilihat. Namun, untuk memastikan penyakit
lain yang menyertainya butuh penelitian lebih lanjut,” imbuhnya.
Dikatakan Edwin, ciri-ciri lain yang
menyertai hipertiroid adalah darah mens pada wanita berkurang, kesuburan juga
berkurang serta rambut mulai rontok dan menipis. Jadi, secara entimologi,
hipertiroid lebih banyak menyerang wanita. “Hormon tiroid diproduksi
lebih banyak pada saat puberitas wanita dan saat kehamilan. Hal ini disebabkan
hormon tiroid berhubungan dengan hormon yang membantu seks reproduksi pada
wanita dan menjaga kekebalan tubuh atau sistem imun.Pada saat inilah hormon
tiroid dihasilkan secara berlebih dan menyebakan hipertiroid,” terangnya. Selain itu,penyakit
hipertiroid bisa disebabkan oleh penyebaran kanker tiroid, penyakit grates,
beserta kelainan pada saat dilahirkan atau penyakit bawaan. “Nah, kondisi bayi
yang lahir dengan bawaan penyakit tiroid bisa terganggu, oleh karena itu bayi
bayi biasanya diberi tambahan untuk menjaga sistem imunnya,” ungkapnya.
Cara Penularan
Penyakit Tiroid atau gondok adalah
penyakit yang terjadi karena gangguan pada kelenjar tiroid atau gondok manusia
yang bentuknya seperti kupu-kupu. Ia terletak di daerah leher sebelah depan
pada ruas ke 2 dan 3 dari tenggorokan.Bila dilihat dari fungsi, tiroid dibagi
menjadi 2, Pertama hipertiroid, di mana kelenjar gondok akan menghasilkan
hormon gondok yang berlebihan. Kedua hipotiroid yaitu produk hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid berkurang dan tidak mencukupi kebutuhan
sehari-hari.
Umumnya penyakit ini disebabkan karena
ketidakstabilan hormon atau infeksi, ada juga yang disebabkan karena gangguan
autoimun, di mana tubuh menghasilkan zat antibodi yang berpengaruh pada
kelenjar gondok, sehingga bisa menyebabkan kekurangan atau kelebihan produksi
hormon gondok.Khusus untuk gondok endemik, gangguan disebabkan karena kurangnya
zat yodium yang masuk ke dalam tubuh.
Iodium merupakan mineral yang termasuk
unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh, yaitu
hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya iodium
sering disebut sebagai mineral mikro atau trace element. Manusia tidak dapat membuat unsur iodium dalam
tubuhnya seperti ia membuat protein atau gula. Manusia harus mendapatkan iodium
dari luar tubuhnya (secara alamiah), yakni melalui serapan dari iodium yang
terkandung dalam makanan dan minuman. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata
mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
menganjurkan konsumsi iodium per hari berdasarkan kelompok umur seperti
tercantum pada Tabel 1. Sesungguhnya kebutuhan terhadap iodium sangat kecil,
pada orang dewasa hanya 150 mikrogram (1 mikrogram = seperseribu miligram).
Iodium diperlukan tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap
iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah
yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok.
Hubungan kekurangan yodium dengan
terjadinya pembesaran kelenjar tiroid. Pada hipotiroidisme yang disebabkan oleh
kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan yodium, gondok timbul karena kadar
hormon tiroid dalam darah sirkulasi sedemikian rendah, sehingga tidak ada
inhibisi umpan balik negatif ke hipofisis anterior, dan dengan demikian sekresi
TSH meningkat. TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan ukuran dan jumlah sel
folikel dan untuk meningkatkan kecepatan sekresi sel-sel tersebut. Jika sel-sel
tiroid tidak mampu mengeluarkan hormon karena katidakadaan enzim tertentu atau
kekurangan yodium, seberapapun jumlah TSH yang ada tidak akan mampu memacu
sel-sel tersebut mengeluarkan T3 dan T4 yang adekuat. Namun, TSH tetap dapat
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia tiroid dengan konsekuensi pembesaran
paradoks kelenjar (yaitu gondok), walaupun kelenjar kurang berprduksi.
Penyebab Penyakit Gondok
Penyakit gondok disebabkan oleh
membesarnya kelenjar tiroid pada leher. Hubungan antara penyakit ini dengan
kurangnya konsumsi yodium telah diketahui lebih dari 130 tahun
yang lalu. Beberapa abab sebelumnya, penyakit gondok ditangani dengan
mengkonsumsikan pasien benda yang kaya akan yodium seperti karang laut yang
dibakar. Yodium berinteraksi dengan protein yang disebut dengan thyroglobulin,
dan cincin aromatik dari protein ter - iodinisasi. Dua dari molekul yang
ter-iodinisasi tersebut berinteraksi, membentuk suatu unit thyroxine yang
berikatan dengan protein. Unit aromatik ini kemudian lepas dan menghasilkan
suatu hormon tiroid thyroxine yang sangat kuat.
Manusia maupun hewan mamamalia muda
memerlukan hormon tiroid untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Kekurangan dari hormon tiroid pada saat kandungan berakibat penurunan mental
dan daya pikir anak tersebut. Kekurangan hormon tiroid pada tingkat rendah pada
orang dewasa mengakibatkan hypotiroidism, atau sering kita sebut dengan istilah
gondok, dengan gejala-gejala seperti malas bergerak, kegemukan, dan kulit yang
mengering.
Yodium yang kita dapatkan dari
mengkonsumsi makanan dan minuman berada dalam bentuk ion yodium, dan besarnya
bergantung dari kadar yodium dalam tanah. Tanah dengan kadar yodium rendah
mengakibatkan banyak pasien menderita penyakit gondok dan dapat ditanggulangi
dengan mengkomsumsi garam yang ber-iodinisasi NaI (100mg iyodium per gram
garam).
Gejala- gejala penyakit gondok
Gejala penyakit ini bisa dilihat dan
diraba, untuk tipe hipertiroid umumnya si penderita mengalami debar-debar pada
jantung, berkeringat, berat badan menurun, diare, dan sering diikuti oleh
kelainan mata yang disebut eksopthalmus.Sedang gejala yang ditimbulkan karena
Hipotiroid adalah rasa lemas, dingin, dan tak bersemangat.
Pembesaran kelenjar gondok bisa secara
menyeluruh atau benjol-benjol, bisa nyeri atau keras ketika diraba.Pada lansia
(lanjut usia) gejala kekurangan hormon gondok dapat dilihat lewat timbulnya
kelesuan dan gejala lupa ingatan.Pada dasanya, siapapun bisa terkena penyakit
ini, baik laki-laki maupun wanita, tua maupun muda, kaya maupun miskin. Meski
demikian, jumlah wanita lebih mendominasi dengan perbandingan 4 banding 1.
Dampak Penyakit TiroidHormon memiliki
fungsi penting bagi manusia yaitu dapat memacu pertumbuhan, baik pertumbuhan
badan maupun pertumbuhan mental/kecerdasan. Dan bisa meningkatkan metabolisme
pada umumnya.Jika kekurangan hormon terjadi pada wanita yang sedang mengandung,
maka bayi yang dilahirkan pun akan mengalami kekurangan hormon, yang berakibat
pada tumbuh kembang anak, seperti menjadi anak cebol, bodoh, bahkan bisa
cacat.Sedang bagi pengidap gondok yang disebabkan karena kelebihan hormon
(hipertiroid) perlu kiranya melakukan pengobatan yang intensif.
Karena jika dibiarkan, hormon tiroid
yang berlebih akan memacu jantung.Pun terhadap indera penglihatan, kalau sampai
menonjol dan tidak segera diobati, maka mata akan tetap terbuka. Kondisi ini
bisa menyebabkan terjadinya kekeringan kornea dan mudah luka. Akibatnya, bisa
terjadi infeksi yang berat, lalu terjadi pula krisis Tirotoksikosis. Ini
berbahaya sekali.
Daerah-daerah yang berpotensi sebagai
endemik penyakit gondok Dataran
tinggi dan pegunungan, daerah
dengan tingkat ekonomi yang rendah
Pencegahan Penyakit
Pemberian yodium atau hormon toroid
jangka lama memang akan mengecilkan kelenjar tiroid. Pada kasus dengan gondok
besar yang disertai gejala tekanan, perlu dilakukan tindakan operasi. Tetapi
tindakan secara perorangan ini sulit dijalankan secara luas, apalagi bila
mengingat jumlah penduduk yang terkena. Satu-satunya jalan mengatasinya adalah
melalui program pencegahan dengan yodium.
Hampir 60 tahun cara pencegahan dengan
garam beryodium dilakukan. Cara ini pertama kali dilakukan di Amerika Serikat
oelh Marine dan Kimball tahun 1917. cara ini dinilai sangat berhasil dan
digunakan juga ditempat-tempat lain didunia, ternyata gondok menurun dan kretin
endemik tidak muncul lagi. Ketidakberhasilan program in biasanya karena faktor
lain, seperti sosio-ekonomi, cuaca atau keadaan geografi sehingga penyebaran
garam secara sistematis sukar dijalankan atau tidak dimungkinkan. Penyebab ini
justru sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Biasanya digunakan
kalium iodida tetapi di tempat yang agak lembab KIO3 lebih banyak digunakan
karena lebih steril.
Berbagai cara telah ditempuh untuk
menyampaikan unsur yodium ini pada penduduk yang membutuhkannya. Misalnya dalam
bentuk pil, dimasukkan dalam coklat untuk anak sekolah, dalam air minum seperti
pernah dicoba di belanda, dimasukkan dalam roti, dan dalam garam beryodium
serta suntiksn minyak yang mengandung yodium.
Di Indonesia digunakan garam beryodium
dengan kadar yodium 50 ppm. Dengan anggapan konsumsi garam 10 g sehari, maka
dimakan 400 µg potassium iodide dan ini sesuai dengan 237 µg iodide. Dengan
demikian jumlah ini sudah mencukupi baik untuk pencegahan maupun untuk
pencegahan. Cara ini merupakan cara terpilih dan menjadi cara pencegahan jangka
panjang bagi indonesia (longterm prevention programme).
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam
makanan yang dianjurkan saat ini adalah : 50 mikrogram untuk bayi (12
bulan pertama) 90
mikrogram untuk anak (usia 2-6 tahun) 120 mikrogram untuk anak usia sekolah
(usia 7-12 tahun) 150
mikrogram untuk dewasa (diatas usia 12 tahun) 200 mikrogram untuk ibu
hamil dan meneteki.
Semua orang yang tinggal di daerah
endemis (daerah yang banyak penderita penyakit gondok) harus menggunakan garam
beryodium. Dengan demikian, penyakit gondok dapat dicegah dan benjolan
gondoknya bisa disembuhkan. Apabila tidak dapat memperoleh garam beryodium,
gunakanlah yodiukm tinctura (larutan yodium dalam alkohol). Masukkan satu tetes
larutan tersebut ke dalam segelas air dan minumlah setiap hari.
Harap berhati-hati dalam
menggunakannya: Terlalu banyak larutan yodium dapat menimbulkan keracunan. Minumlah
hanya satu tetes sehari. Simpanlah botolnya di tempat yang tidak terjangkau
oleh anak-anak. Namun usahakan untuk memakai garam beryodium, karena ini jauh
lebih aman dan baik dalam hasil. Pengobatan penyakit gondok untuk menangkal atau
mengobati penyakit ini, perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu, jika
dinyatakan sebagai penyakit hipotiroid atau kekurangan hormon, maka ada baiknya
pasien mengkomsumsi obat hormon gondok seperti tablet thyrax atau euthyrox yang
dosisnya dinaikkan secara perlahan-lahan. Umumnya penyakit hipotiroid harus
menelan obat sampai waktu yang cukup lama.Sedang untuk hipertiroid dianjurkan
untuk mengkomsumsi obat untuk menghalangi pembentukan hormon tiroksin, sehingga
jumlah kadar hormon normal bisa diperoleh dan kemudian mempertahankannya selama
beberapa bulan.
Penatalaksanaan hipertiroid
Pengobatan jangka panjang dengan
obat-obat antitiroid seperti PTU atau methimazol, yang diberikan paling sedikit
selama 1 tahun. Obat-obat ini menyekat sintesis dan pelepasan tiroksin. Penyekat beta seperti
propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat antitiroid. Karena manifestasi
klinis hipertiroidisme adalah akibat dari pengaktifan simpatis yang dirangsang
oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut akan berkurang dengan pemberian
penyekat beta; penyekat beta manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat
yang berlebihan. Propranolol juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi
triiodotironin. Pembedahan
tiroidektomi subtotal sesudah terapi PTU prabedah. Pengobatan dengan iodium
radioaktif (RAI).--> kontarindikasi untuk anak-anak dan wanita hamil.
Obat-obat
antitiroid
Thioamide
Thioamide methimazole dan thioamide
prophyltiouracil (PTU) adalah obat utama untuk mengobati tirotoksikosis.
Farmakokinetik
PTU diabsorpsi secara cepat, kadar
puncak serum dicapai setelah 1 jam. Bioavailabilitas PTU sebesar 50-80% diduga
disebabkan oleh absorpsi yang tidak lengkap atau efek lintas pertama yang besar
di hati. Volume distribusi hampir sebesar jumlah air tubuh total dengan
akumulasi terjadi pada kelenjat tiroid. Sebagian besar dosis PTU yang
dikonsumsi diekskresi oleh ginjal seagai glucuronide yang tidak aktif dalam
waktu 24 jam. Sebaliknya,
methimazole diabsorpsi secara lengkap tetapi pada laju yang tidak sama.
Methimazole segera diakumulasi oleh kelenjar tiroid dan memiliki volume
distribusi yang sama dengan PTU. Ekskresi lebih lambat daripada PTU ; 65-70%
dari setiap dosis didapatakn kembali dalam urin dalam waktu 48 jam.
Waktu paruh plasma yang singkatdari
agen-agen ini (1,5 jam untuk PTU dan 6 jam untuk methimazole) tidak terlalu
berpengaruh pada lama kerja antitiroid atau pada waktu selang dosis karena
kedua agen tersebut diakumulasi oleh kelenjar tiroid. Untuk PTU, pemberian obat
setiap 6-8 jam cukup beralasan karena setiap 100 mg dosis tunggal methimazole
menghasilkan suatu efek antitiroid lebih lama dari 24 jam, suatu dosis tunggal
setiaphari cukup efektif untuk mengelola hipertiroidisme ringan sampai sedang.
Kedua thioamide dapat melewati
plasenta dan dikonsentrasi pada tiroid fetus, sehingga penggunaan obat tersebut
pada masa kehamilan harus sangat hati-hati. Dari dua thioamide tersebut,
penggunaan pada masa kehamilan lebih disukai PTU karena agen ini lebih kuat
terikat pada protein sehinga tidak mudah menembus plasenta. Lagi pula, PTU
tidak disekresi dalam jumlah besar dalam ASI sehinga tidak perlu menghentikan
pemberian ASI.
Farmakodinamik
Thioamide bekerja melalui sejumlah
besar mekanisme. Aksi yang utama dalah untuk mencegah sintesis hormon dengan
menghambat reaksi yang dikatalisasi oleh peroksidase tiroid untuk menyekat
organifikasi iodine. Selain itu, thioamide tersebut menyekat gabungan
iodotyrosine. Thioamode tidak menyekat ambilan iodide oleh kelenjar. PTU dan
methimazole menghambat deiodinasi perifer T3 dan T4. Oleh karena sintesis lebih
dipengaruhi dibandingkan dengan rilis hormon tersebut, sehingga mula kerja agen
tersebut lambat, seringkali memerlukan 3-4 minggu sebelum penyimpanan T4
berkurang.
Toksisitas
Reaksi yang tidak diinginkan pada
penggunaan thioamide terjadi pada 3-12% pasien. Sebagian besar dari reaksi
tersebut terjadi pada awal terapi. Efek tidak diinginkan yang paling lazim
adalah ruam prurutik mukopapular, kadang disertai tanda sistemik seperti demam.
Reaksi agranulositosis terjadi pada 0,3-0,6% pasien yang menggunakan thioamide,
tetapi resiko dapat meningkat pada pasien yang berusia lanjut dan pada pasien
yang mendapat terapi methimazole dosis tinggi (> 40 mg/hari). Reaksi
tersebut umumnya bersifat reversible dengan cepat apabila obat dihentikan, tetapi
terapi antibiotik mungkin diperlukan pada penyulit infeksi. Sensitivitas silang
antara PTU dengan methimazole adalah sekitar 50%; oleh karenanya, tidak
dianjurkan mengganti obat pada pasien dengan reaksi yang parah.
Beta-blockers
Mengurangi tremor, gugup dan agitasi.
Juga menurunkan frekuensi detak jantung.Propylthiouracil (PTU). Obat ini mem-block
pembentukan hormon thyroid.membutuhkan waktu beberapa bulan untuk memperoleh
efek terapi yang sempurna.Methimazole (Tapazole). Kerjanya juga mem-block
pembentukan hormon thyroid.Iodide (Larutan Lugol). Obat ini bekerja menghambat
lepasnya hormon dari kelenjar yg over-produksi.L-thyroxine (Synthroid, Levoxyl,
Levothroid, Unithroid). Obat
ioni merupakan terapi sulih hormon thyroid. Merupakan bentuk sintetik dari thyroxine.
L-triiodothyronine
Jarang dipakai karena efeknya gak sebagus
L-thyroxine. Thyroid
extract Kurang
dianjurkan karena T3 nya lebih banyak serta kadar T3/T4 nya bervariasi.
Peran Keluarga Dalam Usaha
Pencegahan
Buatlah hidangan makanan yang
mengandung unsur yodium seperti berikut ini: Ikan laut, Ganggang-ganggangan, sayur-sayuran hijau.
Pemecahan masalah sebenarnya sangat
sederhana, berikan satu sendok yodium pada setiap orang yang membutuhkan, dan
terus menerus. Karena yodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama,
dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus
menerus.Pada daerah kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen
serta rumput untuk makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk
dikonsumsi oleh penduduk setempat, maka suplementasi dan fortifikasi yodium
yang diberikan terus menerus sangat tinggi angka keberhasilannya.
Pilihan pertama tentunya dengan garam
beryodium karena biayanya sangat murah, dan teknologinya mudah. Untuk
suplementasi minyak beryodium, keuntungannya praktis, sebaiknya hanya untuk
intervensi pada populasi yang berisiko, walaupun mudah pemakaiannya, namun
memerlukan teknologi yang lebih ruwet.Penyuluhan kesehatan secara berkala pada
masyarakat perlu dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada
pembuat keputusan, dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan kepada
tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Anonymous.
Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption.
2)
Jusych,
LA. Douglas MC.Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication.
Diunduh dari www.emedicine.com.
Pada tanggal 29 Desember 2009. Update terakhir 20 November 2009.
4)
Aisah
S. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI. 125-6 (2007)
6)
Anonymous.
Cutaneous Larva Migrans. Diunduh d
RABIES
Penyakit Rabies atau anjing gila
adalah penyakit hewan yang menular yang disebabkan oleh virus dan dapat
menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Pada hewan yang menderita Rabies,
virus ditemukan dalam jumlah banyak pada air liurnya. Virus ini akan ditularkan
ke hewan lain atau manusia terutama melalui luka gigitan. Oleh karena itu
bangsa karnivora ( anjing, kucing, serigala ) adalah hewan utama penyebar
Rabies.
Penyakit Rabies merupakan penyakit
zoonosa yang sangat berbahaya dan sangat ditakuti karena bila telah menyerang
hewan atau manusia akan selalu berakhir dengan kematian. Mengingat akan bahaya
dan keganasannya terhadap kesehatan dan ketenteraman masyarakat, maka usaha
pencegahan dan pemberantasan penyakit ini peerlu dilaksanakan secara intensif.
Untuk itu pemerintah menetapkan agar Indonesia bebas Rabies pada tahun 2005.
Tahapan Penyakit Rabies
1) Fase
Prodormal
Hewan mencari tempat dingin
dan menyendiri, tetapi dapat menjadi lebih agresif dan nervus, pupil mata
meluas dan tubuh kaku.Fase ini berlangsung selama 1 – 3 hari.
2) Fase
Eksitasi
Hewan menjadi ganas dan
menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan barang yang aneh –
aneh. Mata menjadi keruh dan selalu terbuka, tubuh gemetaran.
3) Fase
Paralisa
Hewan mengalami kelumpuhan
pada seluruh bagian tubuh dan berakhir dengan kematian.
Tanda – Tanda Penyakit
Rabies Pada Hewan
Pada
hewan penyakit Rabies dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu:
Ø
Tanda–
tanda Rabies bentuk diam
Ø
Terjadi
kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh
Ø
Hewan
tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan
dan air liur mengalir berlebihan
Ø
Tidak
keinginan menyerang atau menggigit, hewan akan mati dalam beberapa jam
Tanda– tanda Rabies bentuk
ganas
Ø
Hewan
menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya
Ø
Menyerang
orang, hewan, dan benda– benda yang bergerak
Ø
Bila
berdiri sikapnya kaku, ekornya dilipat diantara kedua paha belakangnya
Tanda – tanda Rabies pada
manusia
Ø
Rasa
takut yang sangat pada air, peka terhadap cahaya, udara, suara
Ø
Air mata dan air liur keluar
berlebihan
Ø
Pupil
mata membesar
Ø
Bicara
tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
Ø
Kejang
– kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal.
Penyebab Rabies:
Adapun vektor dalam penularan penyakit
ini adalah anjing, kucing dan binatang-binatang liar seperti kera, kelelawar,
rakun, serta rubah.
Cara Penularan Rabies:
Virus rabies ditemukan dalam jumlah
banyak pada air liur hewan yang menderita rabies. Virus ini akan ditularkan
ke hewan lain atau ke manusia terutama melalui :
Ø
Luka
gigitan
Ø
Jilatan
pada luka / kulit yang tidak utuh
Ø
Jilatan
pada selaput mukosa yang utuh
Ø
Menghirup
udara yang tercemar virus rabies ( meskipun sangat jarang terjadi namun telah
dilaporkan 2 kasus yang menimpa penjelajah yang menghirup udara di dalam goa
yang terdapat banyak kelelawar )
Masa Inkubasi:
Masa inkubasi adalah waktu antara
penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit rabies
pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari – 14 hari). Pada manusia
2-3 minggu dan paling lama 1 tahun. Masa inkubasi tergantung dari :
Ø
Lokasi
gigitan, biasanya paling pendek pada orang yang digigit di daerah kepala,
tempat yang tertutup celana pendek
Ø
Bila
gigitan terdapat di banyak tempat
Ø
Umur
Ø
Virulensi
(banyaknya virus yang masuk melalui gigitan / jilatan)
Prognosa:
Penyakit rabies merupakan penyakit
yang sangat berbahaya dan ditakuti karena bila telah menyerang manusia atau
hewan maka selalu berakhir dengan kematian.
Gejala Rabies:
Penyakit rabies dibedakan dalam 2
bentuk , yaitu bentuk diam (Dumb Rabies) dan bentuk ganas (Furious Rabies).
Tanda – tanda Rabies Bentuk
Diam (Dumb Rabies):
Ø
Air
liur menetes berlebihan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan hewan tidak
dapat mengunyah dan menelan makanan
Ø
Tidak
ada keinginan pada hewan untuk menyerang atau menggigit
Ø
Seluruh
bagian tubuh mengalami kelumpuhan
Ø
Hewan akan mati dalam beberapa jam
Tanda – tanda Rabies Bentuk
Ganas (Furious Rabies) :
Ø
Hewan
menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya
Ø
Menyerang
orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak
Ø
Bila
berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya
Ø
Pada
anak anjing akan menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit
bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam
Gejala Rabies Pada Manusia:
Ø
Diawali
dengan demam ringan atau sedang, sakit kepala, nafsu makan menurun, badan
terasa lemah, mual, muntah dan perasaan yang abnormal pada daerah sekitar
gigitan (rasa panas, nyeri berdenyut)
Ø
Rasa
takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara
Ø
Air
liur dan air mata keluar berlebihan
Ø
Pupil
mata membesar
Ø
Bicara
tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan
Ø
Selanjutnya
ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia
Patofisiologi:
Virus rabies yang terdapat pada air
liur hewan yang terinfeksi, menularkan kepada hewan lainnya atau manusia
melalui gigitan atau melalui jilatan pada kulit yang tidak utuh . Virus akan
masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan
tempat mereka berkembangbiak dengan kecepatan 3mm / jam. Selanjutnya virus akan
berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Pada 20% penderita, rabies dimulai
dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi
penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental,
keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi
kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur.
Kejang otot tenggorokan dan pita suara
bisa menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya
gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin
sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh
karena itu penderita rabies tidak dapat minum, gejala ini disebut hidrofobia
(takut air). Lama-kelamaan akan terjadi kelumpuhan pada seluruh tubuh, termasuk
pada otot-otot pernafasan sehingga menyebabkan depresi pernafasan yang dapat
mengakibatkan kematian.
Cara Pencegahan:
Langkah-langkah untuk mencegah rabies
bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai
contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang beresiko tinggi
terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
Dokter hewan
Ø
Petugas
laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
Ø
Orang-orang
yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing
banyak ditemukan.
Para Penjelajah Gua
Kelelawar
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur
hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi
terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap
2 tahun.
Cara Penanganan:
Penanganan
Pertama Terhadap Orang Yang Digigit (Korban)
Ø
Segera
cuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau detergen selama 10 sampai 15
menit (gigitan yang dalam disemprot dengan air sabun ) kemudian bilas dengan
air yang mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih.
Ø
Luka
kemudian diberi obat luka yang tersedia (misalnya betadin) lalu dibalut dengan
pembalut atau kain yang bersih.
Ø
Korban
secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat
perawatan lebih lanjut.
Penanganan
Terhadap Hewan Yang Menggigit
Ø
Anjing,
kucing dan k era yang menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai
menderita rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai
berikut :
Ø
Bila
hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka hewan
tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk
diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif rabies maka hewan
tersebut harus mendapat vaksinasi rabies sebelum diserahkan kembali kepada
pemiliknya.
Ø
Bila
hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan
tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas
Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan
tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan , setelah
terlebih dahulu diberi vaksinasi rabies.
Ø
Bila
hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala
hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika seseorang digigit hewan, maka
hewan yang menggigit harus diawasi.
Tindakan
Terhadap Hewan Yang Dipelihara
Ø
Hewan
peliharaan ditempatkan dalam kandang yang baik, perhatikan kebersihan kandang
dan sekitarnya.
Ø
Menjaga
kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik , pemeliharaan
yang baik dan melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke
Dinas Peternakan atau Praktek Dokter Hewan.
Ø
Memasang
rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak
berjalan-jalan.
Ø
Vaksin
Rabies Kering Untuk Manusia (Otak Bayi Mencit - Lyophilized abies Vaccine for
Human Suckling Mice Brain)
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia
|
:
|
Vaksin Rabies Kering untuk Manusia (Otak Bayi Mencit) =
Lyophilized Rabies Vaccine for Human (Suckling Mice Brain)
|
- Sifat Fisikokimia
|
:
|
Vaksin ini merupakan vaksin beku kering yang terbuat
dari 2% suspensi otak bayi tikus yang telah diinokulasi dengan bibit virus
Rabies Strain IP11 Pasteur. Virus diinaktivasi dengan beta-propilakton dan
mengandung laktosa sebagai stabilisator.
|
- Keterangan
|
:
|
Potensinya tidak boleh kurang dari 2.5 International
Units per dosis.
|
Golongan/Kelas Terapi
Ø
Obat
Yang mempengaruhi Sistem Imun
Ø
Nama
Dagang Indikasi
Ø
Untuk
imunisasi terhadap virus rabies pada manusia.
Dosis,
Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Ø
Setiap
ml mengandung : suspensi otak bayi mencit yang telah diinokulasi dengan virus
rabies 15 mg; Kanamycin 0,25 mg; Thimerosal 0,05 mg.
Ø
Dosis
subkutan untuk anak < 3 tahun : 1 ml; anak >= 3 tahun s/d dewasa : 2 ml.
Ø
Dosis
intrakutan untuk anak < 3 tahun : 0,1 ml; anak >= 3 tahun s/d dewasa :
0,25 ml.
Cara
pemberian tergantung pada tujuan pengobatan sesudah digigit;
jadwal penanganan yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
Ø
Untuk
individu yang belum pernah mendapatkan pengobatan lengkap terhadap rabies :
Ø
Satu
dosis suntikan subkutan setiap hari selama 7 hari berturut-turut di sekitar
pusar, diikuti 2 suntikan intrakutan di bagian fleksor lengan bawah pada hari
ke-11 dan ke-15 sesudah suntikan subkutan pertama.
Ø
Booster
secara intrakutan diberikan : pada hari ke-25, 35 dan 90 sesudah suntikan
subkutan pertama, bila sebelumnya diberikan juga serum anti rabies.
Ø
Pada
hari ke-30 dan 90 sesudah suntikan subkutan pertama bila sebelumnya tidak
diberikan serum antirabies
Untuk
individu yang sudah pernah mendapat pengobatan lengkap terhadap rabies, bila
digigit dalam waktu :
Ø
Kurang
dari 3 (tiga) bulan setelah suntikan terakhir, tidak perlu mendapat pengobatan.
Ø
Lebih
dari 3-6 bulan setelah suntikan terakhir perlu diberikan 2 dosis subkutan
dengan interval waktu 1 minggu.
Ø
Lebih
dari 6 bulan setelah suntikan terakhir, dianggap penderita baru.
Pencegahan
Sebelum Digigit :
Imunisasi dasar : 3 suntikan
intrakutan, masing-masing 0,25 ml dengan interval waktu 3 minggu, kemudian 3
minggu setelah suntikan terakhir titer zat anti netralisasi harus ditentukan.
Booster
: 0,25 ml intrakutan diberikan sekali setahun.
Farmakologi
Ø
Distribusi
(3) : tidak diketahui apakah vaksin rabies menembus plasenta atau
didistribusikan ke dalam ASI.
Ø
Eliminasi
(3) : disposisi akhir antigen rabies dan antibodi rabies setelah pemberian
vaksin rabies secara intramuskuler, belum ditentukan.
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan
pada suhu 2-8°C, terlindung dari cahaya. Daluwarsa 18 bulan.
Kontraindikasi
Sebelum digigit: hipersensitif
terhadap processed bovine gelatin, chicken protein, neomycin, chlortetracycline
dan amphotericin B dalam jumlah sedikit. Setelah digigit : tidak ada
kontra indikasi yang spesifik.
Efek Samping
Dapat terjadi reaksi lokal yang tidak
berarti, seperti kemerahan, rasa gatal dan pembengkakan, yang akan hilang
dengan antihistamin.
Interaksi
Ø
Dengan
Obat Lain :
Obat-obat imunosupresan
(kortikosteroid, terapi radiasi) : dapat mengganggu respon antibodi aktif
terhadap vaksin rabies, oleh karena itu sebaiknya dihindari selama pemberian
imunisasi setelah digigit. Chloroquine : menurunkan respon antibodi.
Ø
Dengan
Makanan :
·
Pengaruh
a)
Terhadap
Kehamilan : Kategori C. Dapat diberikan, namun perlu dipertimbangkan jika
manfaat bagi ibu lebih besar daripada bahaya pada janin.
b)
Terhadap
Ibu Menyusui : Risiko pada bayi minimal. Tidak diketahui mengenai distribusi
vaksin ke dalam ASI. US Central for Disease Control and Prevention (CDC)
menyatakan bahwa tidak ada efek samping yang tidak lazim, yang muncul pada
pemberian terhadap ibu menyusui.
c)
Terhadap
Anak-anak :
d)
Terhadap
Hasil Laboratorium : Parameter
Monitoring
Ø
Bentuk
Sediaan
a)
1
dus Untuk Imunisasi Dasar Terdiri Atas 7 ampul @ 1 dosis Subkutan + 7 Ampul
Pelarut @ 2 ml
b)
1
dus Booster Terdiri Atas 5 Ampul @ 1 dosis Intrakutan + 5 Ampul Pelarut @ 0,4
ml
Peringatan
Sekali dimulai, profilaksis terhadap
rabies tidak boleh dihentikan meskipun terjadi reaksi lokal atau sistemik yang
ringan. Efek / reaksi tersebut biasanya dapat diatasi dengan NSAID atau obat
antipiretik. Jika terjadi reaksi sistemik yang serius, anafilaktik atau reaksi
neurologik, risiko terhadap rabies harus dipertimbangkan dengan hati-hati
sebelum memutuskan untuk menghentikan vaksin rabies.
Kasus
Temuan Dalam Keadaan Khusus
Ø
Informasi
Pasien
Ø
Mekanisme
Aksi
Vaksin rabies menstimulasi
produksi antibodi rabies. Bukti-bukti menunjukkan bahwa antibodi rabies
menetralkan virus rabies sehingga penyebaran virus dan infeksi atau sifat
patogeniknya dihambat.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Deptan,
2006. Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Hewan Menular (PHM). Direktorat
Kesehatan Hewan, Jakarta.
2)
Atmawinata,
E, 2006. Mengenal Beberapa Penyakit Menular Dari Hewan Kepada Manusia.Yarma Widya,
Bandung.
3)
Tri,
B, 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies Penyakit Menular Pada Hewan dan Manusia.
Kanisius, Yogyakarta.
4)
Dinkes
Prov. Sumut, 2006. Laporan Evaluasi Program Pemberantasan Rabies di Provinsi Sumatera
Utara. Medan.
EFIKASI VAKSIN CAMPAK PADA
BALITA (15 – 59 BULAN) DI KABUPATEN SERANG (1990 – 2000)
PENDAHULUAN
Penyakit campak di Indonesia sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang masih perlu ditangani, karena
kasus campak masih tinggi dan hampir di semua daerah masih terdapat Kejadian
Luar Biasa. Hasil kesepakatan pertemuan WHA (World Health Assembly) dan the
World Summit for Children bertujuan menanggulangi campak secara bertahap
dengan cara mengurangi angka kesakitan (incidence rate) sebesar 90 % dan
angka kematian sebesar 95% dari angka kesakitan dan kematian sebelum
pelaksanaan program imunisasi campak (1). Sebelum program imunisasi dilakukan
secara luas, penyakit campak menyerang sebagian
besar anak-anak; hampir 90 % dari yang mencapai usia 20 tahun pernah menderita
campak. Pada populasi padat, kejadian luar biasa campak cenderung menyebar
lebih luas dan kasus campak cenderung lebih berat (2). Di Indonesia program
imunisasi campak sudah dimulai sejak tahun 1981 dengan pamberian satu kali pada
umur 9 bulan, dan pada tahun 1992 sudah mencapai UCI (Universal Children
Immunization), kemudian tahun 1998 sudah dilaksanakan imunisasi massal pada
daerah risiko tinggi di seluruh Indonesia.
Dengan cakupan imunisasi campak yang
mencapai lebih dari 80 % diharapkan jumlah kasus campak akan menurun karena
terjadi kekebalan kelompok masyarakat (herd immunity)(3). Walaupun
program - program di atas sudah dilaksanakan namun masih banyak terjadi
kejadian luar biasa tersangka atau klinis campak di mana-mana seperti di Ciawi,
Garut, Parung, Serang, Majalengka, Pada larang ( Jawa Barat ) dan daerah lain
di Jawa maupun di luar Jawa (Lampung)(2).
Menurut beberapa peneliti, pemberian
imunisasi campak pada usia kurang dari 12 bulan memerlukan imunisasi ulang pada
usia 15 bulan(4), karena vaksin dinetralisasi oleh antibodi maternal(5,6),
sedang pemberian imunisasi campak pada usia lebih dari 12 bulan atau 15 bulan
tidak perlu imunisasi ulang, karena dapat memperlihatkan serokonversi yang
maksimum dan daya proteksi vaksin mencapai 95-100 persen jika diberikan pada
usia lebih dari 12 bulan(7).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
imunisasi campak selain usia adalah gizi anak, cold chain mulai dari
saat dikeluarkan dari pabrik sampai diberikan pada anak di lapangan, antibodi
maternal anak, kematangan imunogenisitas anak dan lain-lain. Ada yang
berpendapat bahwa anak-anak dengan gizi buruk tidak akan dapat membentuk zat
kebal terhadap campak setelah diimunisasi, sedang peneliti lain mengatakan
bahwa zat kebal pasca imunisasi campak pada anak bergizi buruk akan terbentuk
beberapa bulan kemudian. Hasil
penelitian lain mendapatkan bahwa serokonversi terhadap imunisasi campak di
daerah gizi buruk lebih rendah dari daerah yang bergizi baik(6,8). Cakupan
imunisasi menurut hasil penelitian secara cross sectional di
kabupaten Kuningan sebesar (83,3%) dengan efikasi 29,8% dan di Kabupaten
Sukabumi pada tahun 1991 adalah 74,1% dengan efikasi 41,5% (9), sedangkan
penelitian di Jakarta Selatan pada tahun 1996 dengan metode kasus kontrol
mendapatkan cakupan sebesar 59,0% pada anak 12-24 bulan(8). Di Pangkoh,
kecamatan Pandih Batu, Kalimantan Tengah dengan rancangan penelitian kasus
kontrol pada anak 24-36 tahun didapatkan efikasi vaksin sebesar 5,5%(10). Ada
beberapa penyakit yang mempunyai gejala serupa dengan campak yang dikenal
dengan measles like syndrome yaitu: rubella (German Measles),
demam berdarah, cacar air (Varicella), Chikungunya, miliaria (keringat buntat)
dan juga bisa karena reaksi alergi obat. Khusus untuk campak tanda khasnya
berupa spot, tetapi tanda tersebut jarang dapat dideteksi, sehingga
untuk memastikan diagnosis campak perlu konfirmasi secara laboratorium dengan
melihat titer IgM-nya dan jika perlu dilakukan isolasi virusnya(12).
TUJUAN
1.
Mengetahui
gambaran demografi dan distribusi imunisasi campak pada balita (15-59 bulan)
2.
Mengetahui
efikasi vaksin campak pada anak 15-59 bulan.
METODOLOGI
Lokasi
penelitian dilakukan di Kabupaten Serang terdiri dari 5 kecamatan.
Rancangan penelitian: kasus kontrol
dengan melakukan wawancara oleh bidan atau petugas puskesmas. pada ibu yang
mempunyai anak 15-59 bulan yang telah ditentukan dengan gejala-gejala sebagai
berikut:
Ø
Demam
tinggi selama 3-7 hari
Ø
Timbul
gejala rash/kemerahan yang dimulai dari belakang telinga, muka, leher
dan seluruh tubuh.
Ø
Dengan
atau tanpa gejala lain seperti batuk, pilek, mata merah dan bercak koplik di
bawah mukosa rongga mulut.
Sedangkan
kontrol adalah yang tidak memperlihatkan gejala – gejala tersebut.
Ø
Jumlah
kasus dan kontrol: 300 balita (15-59 bulan). Wawancara dilakukan di rumah
responden untuk melihat status imunisasi melalui catatan di buku KMS (Kartu
Menuju Sehat) atau dengan menanyakan letak suntikan yang diberikan oleh bidan atau
petugas puskesmas.
Ø
Analisis
pada penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat untuk
melihat hubungan imunisasi campak dengan terjadinya campak pada balita (15-59
bulan). Efikasi vaksin campak ditentukan menurut Giesecke, J, 1994(13) dengan
rumus :
VE = ( 1 – OR ) x 100%
·
VE
= efikasi vaksin
·
OR
= Odds Rasio
HASIL
1.
Gambaran
Demografi
Luas kabupaten Serang
1877,129 km2, dengan jumlah kepadatan penduduk 2.856 jiwa/km2. Laju pertumbuhan
penduduk dan angka kelahiran kasar di Kabupaten Tk II Serang tahun 1996 adalah
tinggi (38,60%o) bila dibandingkan dengan Jawa Barat (25,97%o) Wilayah
Kabupaten Serang dibagi dalam 30 kecamatan dan 412 desa.
Pelayanan kesehatan
dilaksanakan di 1 rumah sakit, 40 puskesmas, puskesmas pembantu, dan posyandu.
Jumlah balita (1-4 tahun) di kabupaten Serang pada tahun 1996 adalah 185.593,
dan data sekunder cakupan imunisasi terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi cakupan
imunisasi, kasus rawat jalan Puskesmas, KLB dan CFR di Kabupaten
Serang dari Tahun 1995-1998.
Tahun
|
Jumlah (%)
|
Cakupan Imunisasi
|
Kasus KLB CFR
|
1995
|
91,04%
|
236
|
9 desa 1,26%
|
1996
|
91,84%
|
419
|
5 desa 1,28%
|
1998
|
95,51%
|
391
|
|
Sumber : Profil Kesehatan
Kabupaten Serang (tahun1997 tidak ada laporan Pada tahun 1999 laporan Dinas
Kesehatan Serang menyebutkan bahwa jumlah kasus dari bulan Januari sampai bulan
Juni 1999 sebanyak 793 kasus anak (Attack Rate = 0,46%).
2.
Gambaran
Distribusi Imunisasi Campak
Menurut hasil wawancara,
responden dari 5 wilayah kecamatan di Kabupaten Serang (1999-2000) menyatakan
campak dikenal dengan nama lain yaitu tampak atau tanduran.
Survei atas responden anak berusia antara 15 sampai 59 bulan dan menderita
campak dalam periode Juni 1999 sampai Juni 2000, dan kontrolnya yang bukan
menderita campak tetapi berusia sama, mendapatkan status imunisasi sebagai
berikut (tabel 2).
DISKUSI
Gambaran imunisasi campak pada balita
(15-59 bulan): Kelompok usia 25-36 bulan cukup tinggi (62,81%), yang telah
dimunisasi 63,35%,sedangkan di kelompok umur lainnya hanya sebagian kecil yang
mendapat imunisasi. Dalam penelitian ini terlihat bahwa banyak balita perempuan
yang telah diimunisasi, mungkin kebetulan balita perempuan banyak sebagai
sampel (populasi balita perempuan lebih besar); menurut telaah penyakit campak
tidak membedakan sex (1,2,3).
Menurut hasil penelitian ini efikasi
vaksin campak di kabupaten Serang 16 % artinya vaksin efektif tidak kurang dari
47% pada kelompok yang diimunisasi campak dengan cakupan 90%; angka ini sangat
rendah dan tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh program UCI ( Universal
Child Immunisation) yaitu 80,00% dengan cakupan imunisasi 80%. Keadaan ini
sedikit lebih tinggi bila dibadingkan dari hasil penelitian tahun 1987 di
Sukabumi sebesar 41,5% dan Kuningan sebesar 29,8% (9), dan di Pangkoh kecamatan
Pandih Batu, Kalimantan Tengah dengan desain kasus kontrol didapatkan efikasi
vaksin campak pada anak umur 24 - 36 bulan adalah 5,5%(11).
Dengan melihat cakupan imunisasi yang
dilaporkan baikm dari propinsi Jawa Barat ataupun kabupaten Serang yang
melebihi dari target UCI yaitu 80%., perlu ditingkatkan surveilans\ terhadap
penyakit campak terutama tentang cakupan imunisasi, campak. Kemungkinan lain adalah
kualitas vaksin yang tidak benar yaitu:
1) Cara penyimpanan vaksin;
2) Transportasi vaksin;
3) Penyuntikan vaksin;
4) Kondisi balita yang
diimunisasi sehat, sehingga kualitas antibodi yang terbentuk rendah (12). Atau kemungkinan lain
adalah virulensi virus campak yang meningkat.
KESIMPULAN
I.
Gambaran
distribusi imunisasi campak di kabupaten Serang
1)
Cakupan
imunisasi campak yang dilaporkan di kabupaten Serang cukup tinggi (>90,00%).
2)
Kelompok
perempuan sedikit lebih banyak yang diimunisasi (52, 80%) bila dibandingkan
laki-laki (47,20%).
3)
Cakupan
imunisasi cukup tinggi terutama pada balita (16153,66%).
II.
Efikasi
vaksin campak pada balita 15-59 bulan di Kabupaten Serang masih rendah yaitu
16% populasi dengan efektifitas vaksin tidak kurang dari 47% pada kelompok yang
dimunisasi campak dengan cakupan 90,00%.
SARAN
1)
Perlunya
meningkatkan sistim pelaporan bagian surveilans yaitu cakupan imunisasi dan catatan
jumlah balita di lapangan (untuk memudahkan pelaksanaan pelaporan dilakukan
oleh RT/Bidan desa atau Kader desa.
2)
Untuk
meningkatkan efikasi vaksin campak perlu ditingkatkan kualitas pelayanan bidan
(petugas kesehatan) di Puskesmas atau Posyandu di antaranya penyediaan vaksin,
penyimpanan vaksin serta pengamatan kesehatan balita yang akan diimunisasi.
3)
Perlu
diamati (diteliti) adanya peningkatan virulensi virus dan apakah perlu
imunisasi ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Ditjen
PPM&PLP. Petunjuk Teknis Penyakit Campak,1994.
2)
Ditjen
PPM&PLP. Pencatatan dan Pelaporan Kasus Campak, 1994.
3)
Gunawan
S, 1987. Pengembangan Program Imunisasi di Indonesia. Dalam Laporan
Semiloka Campak dan KaitannyaDengan Kelangsungan Hidup Anak di Indonesia,
Jakarta. Hal. : 51
4)
Brunelly,
PA, 1988 Measles vaccin one or two disease Peddiatrics 81.
5)
Relly,
C.M.J. et al, 1961. Living Attenuated Measles Virus Vaccine in Early Infancy.
Study of The Roleof Passive antibody in Immunization. N. Engl. J. Med. 265, 165
6)
Harjati,
J, 1989. campak dan Permasalahannya, Atmajaya, Jakarta. Hal:8
7)
Anonimus,
1988. vaksin campak. Berita Pokja Campak. UPEKA LPUI, edisi1, Jakarta.
Hal24-27.
8)
Purnomo,
H, 1996. Dalam Tesis: Faktor-faktor yang Berhubungan Terhadap
Kejadian Campak Pada anak Usia 12-24
bulan di Kota Madya Jakarta Selatan tahun 1996
9)
Yuwono,
D 1987. Efektifitas Imunisasi Campak dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya
Sukabumi dan Kuningan Propinsi Jawa Barat, Laporan PTM Litbang Kes. RI
10) Masykuri, N, 1987. Beberapa
Metoda yang dapat Dipakai Dalam Penelitian Campak. Dalam: Semiloka
campak dan Kaitannya denganKelangsungan Hidup anak di Indonesia, Jakarta. hal ;
114-121.
11) Ditjen PPM&PLP, 1995.
Petunjuk Tekhnis Reduksi Campak diIndonesia.
12) Giesecke, J 1994. Modern
Infections Desease Epidemiology, London. Hal: 68, 223.
13) Propil Kesekatan Propinsi
Jawa Barat 1999. Kanwil Depkes Jawa Barat, Bandung
14) Propil Kesehatan Daerah
Tingkat kabupaten Serang , 1997. Sudin Dinas Kesehatan Serang.
15) Propil Kesehataan Propinsi
Jawa Barat, 1998 & 2000.
DRUG ABUSE
MEROKOK
Merokok menyebabkan jumlah terbesar
dari masalah setiap obat digunakan di dunia saat ini. Merokok memberikan
kontribusi untuk lebih dari 400.000 kematian setiap tahun di Amerika Serikat
dan 6 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Kematian ini terutama akibat
dari peningkatan jumlah kanker paru-paru serta meningkatnya jumlah kasus
penyakit jantung aterosklerosis dan emfisema paru-paru. Merokok meningkatkan
risiko kanker kandung kemih, pankreas, ginjal, dan leher rahim. Ada peningkatan
risiko untuk gastritis dan ulserasi lambung pada orang yang merokok. Katarak
dari lensa kristal mata terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada perokok.
(Wipfli dan Samet, 2009).
Muda wanita yang sedang hamil dan yang
merokok menempatkan janin mereka pada peningkatan risiko untuk penurunan berat
badan lahir, kelahiran prematur, plasenta, dan kematian perinatal. Resiko
aborsi spontan meningkat dengan merokok ibu. Kematian janin dalam kehamilan
akhir meningkat pada ibu yang merokok. Ada peningkatan 4% dalam risiko kematian
selama masa bayi untuk setiap 10 rokok ibu dihisap per hari selama kehamilan.
(Salihu dan Wilson, 2007).
Ø
Normal
paru-paru, kotor.
Ø
Anaplastik
sel kecil (sel oat) karsinoma paru-paru, kotor.
Ø
Sel
skuamosa karsinoma paru-paru, kotor.
Ø
Emfisema
jenis, centrilobular, kotor. Emfisema, mewakili versi modern dari "The
Masker dari Red Death" dalam cerita pendek Edgar Allen Poe.
Ø
Foto
komposit dengan arteri koroner menyempit di sebelah kiri dan arteri koroner
menyempit nyata di, tepat mikroskopis.
Ø
Pelvis
ginjal, karsinoma urothelial, kotor.
Ø
Ulserasi
lambung akut, kotor.
Ø
Membran
hialin penyakit di paru-paru dari neonatus prematur, mikroskopis.
ALKOHOLISME
Penyalahgunaan alkohol memberikan
kontribusi untuk banyak kematian per tahun di Amerika Serikat. Salah satu
overdosis obat yang paling umum menyebabkan kematian adalah konsumsi dalam
jumlah besar alkohol.
Alkoholisme kronis menyebabkan
penyakit hati. Penyakit hati dapat dimanifestasikan sebagai perubahan lemak.
Konsumsi alkohol yang berlebihan selama bertahun-tahun dapat menyebabkan
sirosis micronodular. Sebuah hati yang mengarah ke sirosis dan hipertensi
portal komplikasi perdarahan varises esofagus dengan perdarahan besar,
mengancam jiwa pencernaan. Ada juga peningkatan risiko untuk karsinoma hepatoseluler
timbul di hati sirosis. Di otak, alkoholisme kronis dapat menyebabkan penyakit
Wernicke, atau sindrom Wernicke-Korsakoff. Kondisi ini terkait dengan
defisiensi tiamin gizi. Ada masalah dengan koordinasi gerakan, dengan ataksia
dan ophthalmoplegia. Fungsi mental yang lebih tinggi dipengaruhi oleh
kebingungan dan konfabulasi. (Goforth et al, 2010).
Penggunaan alkohol selama kehamilan
dapat menyebabkan sindrom alkohol janin (FAS). Risiko meningkat dengan waktu
dan jumlah paparan, namun tidak ada tingkat-benar aman konsumsi alkohol ibu.
Sindrom ini diperkirakan terjadi pada 2 per 1000 kelahiran hidup, tetapi
kejadian yang sebenarnya mungkin lebih tinggi. Setiap kali seorang wanita hamil
berhenti minum, ia mengurangi risiko memiliki bayi dengan FAS. Kerusakan pada
janin dari FAS tidak dapat dikembalikan. Kemudian dalam pengembangan, anak yang
terkena mengalami peningkatan masalah perilaku dan ketidakmampuan belajar. (Mei
et al 2009).
Tidak ada, khusus temuan morfologi
yang khas, sehingga menantang untuk mendiagnosa. Deformitas yang paling umum
dengan FAS adalah moderat retardasi pertumbuhan yang parah. Anomali termasuk
mikrosefali, dahi panjang dan sempit, hypotelorism, maksila dan mandibula
hipoplasia, fisura palpebal sempit, philtrum memanjang tipis dan perbatasan
Vermillion bibir atas, gangguan temporomandibular sendi, dan maloklusi gigi.
Masalah mata termasuk microphthalmia, coloboma, nystagmus, strabismus, dan
ptosis. Anomali fisik cenderung menjadi kurang jelas sebagai usia anak.
(Mukherjee et al, 2007).
Ø
Normal
hati, kotor.
Ø
Lemak
perubahan hati, mikroskopis.
Ø
Micronodular
sirosis hati, kotor.
Ø
Micronodular
sirosis hati, mikroskopis.
Ø
Karsinoma
hepatoseluler, hati dengan sirosis micronodular, kotor.
Ø
Varises
esofageal, kotor.
Ø
Wernicke
penyakit, perdarahan dalam tubuh mamiliari, kotor.
OPIAT
Opiat sendiri memiliki efek patologis
yang minimal. Dosis tinggi opiat yang lebih kuat dapat menyebabkan depresi
pernafasan dan kematian. Orang yang benar-benar membutuhkan penghilang rasa
sakit bahwa obat opiat dapat menawarkan tidak menjadi kecanduan, tapi sayangnya
toleransi dapat berkembang dari waktu ke waktu, membutuhkan dosis yang lebih
tinggi untuk mempertahankan analgesia. Dua masalah utama dengan penyalahgunaan
opiat adalah konsekuensi psikososial dan infeksi dari rute administrasi.
Masalah psikososial yang terkait
dengan isu perilaku dari ketergantungan obat. Mencari obat-hasil perilaku dalam
kurangnya perhatian untuk diri sendiri atau orang lain. Rute administrasi
biasanya intraveous, tanpa memperhatikan teknik steril, meningkatkan resiko untuk
infeksi, dengan agen diuraikan di bawah ini. Penarikan dari penggunaan opiat
kronis biasanya menghasilkan gangguan fisiologis dan psikologis ditandai
seperti agitasi, kegelisahan kram, mual, muntah, diare, dan perut. (Goforth et
al, 2010)
Oksikodon, dikenal dengan nama dagang
OxyContin ®, adalah bentuk pelepasan terkendali analgesik opioid diresepkan
untuk mengobati nyeri sedang sampai berat konstan dan durasi berkepanjangan.
Orang menyalahgunakan obat ini kecanduan risiko dan kematian, terutama jika oksikodon
digunakan dalam hubungan dengan obat lain. Pelaku bisa berkembang menjadi
penggunaan dengan injeksi intravena dan untuk penggunaan opiat lain atau penyalahgunaan
obat. (Hays, 2004).
INTRAVENA DRUG ABUSE
Banyak obat dapat disuntikkan
intravena. Obat-obatan sendiri mungkin memiliki efek utama dari gangguan fungsi
mental, tetapi rute administrasi dapat memiliki komplikasi serius. Injeksi obat
dengan jarum yang tidak steril menyebabkan potensi untuk berbagai macam
infeksi. Infeksi tersebut mencakup: human immunodeficiency virus (agen penyebab
AIDS), virus hepatitis (terutama hepatitis B dan C), dan infeksi bakteri. Orang dengan riwayat penyalahgunaan obat
intravena juga lebih cenderung memiliki TBC paru-paru. Heroin obat dapat
menghasilkan nefropati dalam ginjal yang menyerupai glomerulosklerosis fokal
segmental. Selain itu, "talk Granulomatosis" dapat terjadi karena
obat yang disuntikkan telah banyak dicampur dengan zat inert (seperti bedak)
untuk "memotong" atau encer jumlah obat.
Katup aorta normal dibandingkan dengan
endokarditis infektif, kotor. Permukaan otak dengan meningitis akut, kotor.
Virus hepatitis hati, kotor. Virus hepatitis hati, mikroskopis. Macronodular
sirosis hati, kotor. Mycobacterium tuberculosis, paru-paru, penyakit cavitary,
kotor. Glomerulus
ginjal menunjukkan jaringan parut fokal dengan nefropati heroin, mikroskopis.
Talk Granulomatosis
hati, kotor. Bedak granulomatosis paru-paru, cahaya terpolarisasi, mikroskopis.
KOKAIN
Kokain dapat memberikan berbagai efek.
Akut efek besar menghasilkan hasil kondisi patologis dari tingkat sirkulasi
katekolamin meningkat dengan penggunaan kokain. Ini katekolamin meningkat dapat
menghasilkan vasokonstriksi. Lesi dapat mencakup perdarahan akut dan infark di
otak. Perubahan iskemik pada jantung dari penyempitan arteri kecil dan
sclerosis menyebabkan nekrosis kontraksi band kematian miokardium dan mungkin
tiba-tiba. Menggabungkan penggunaan kokain dengan penggunaan etanol dapat
menambah kerusakan miokard. (Awtry dan Philippides, 2010)
Ibu hamil yang menggunakan kokain
dapat mempengaruhi janin mereka dari kelainan fungsi plasenta menyebabkan bayi
berat lahir rendah atau peningkatan risiko plasenta. Penggunaan kokain ibu
meningkatkan risiko aborsi spontan. (Kuczkowski, 2007)
Orang dengan intoksikasi kokain (tidak selalu berhubungan dengan tingkat obat)
dapat mengembangkan keadaan psikosis iatrogenik (psikosis kokain) dengan
"Delerium bersemangat" di mana mereka cenderung gelisah dan agresif
dan mengembangkan hipertermia, sering gelar yang parah (untuk 106 F ).
Kerusakan organ dapat menyertai keadaan Delerium bersemangat dan mungkin
termasuk rhabdomyolysis otot, hepatotoksisitas, dan gagal ginjal. Koagulasi
intravaskular diseminata (DIC), hipotensi, dan kematian mendadak adalah
komplikasi tambahan. (Devlin dan Henry, 2008).
Ø
Perdarahan
intraserebral besar terkait dengan penggunaan kokain, kotor.
Ø
Cerebral
infark, kotor.
Ø
Jantung
dengan nekrosis miokard Band kontraksi, mikroskopis.
Ø
Jantung
dengan sclerosis arteri perifer koroner, mikroskopis.
Ø
Abruptio
plasenta dengan bekuan darah besar baru-baru ini mengompresi parenkim, kotor.
METHAMPHETAMINE
Methampetamine adalah obat perangsang
dengan efek inotropik pada sistem kardiovaskular. Metamfetamin dimetabolisme
untuk amfetamin, yang juga stimulan. Jantung mungkin stres seperti diletakkan
di atasnya bahwa ada perubahan iskemik pada serat miokard. Efek miokard dibuat
lebih buruk dengan menggunakan etanol bersamaan.
Jantung dengan perubahan iskemik,
mikroskopis. Amfetamin juga merusak kedua sistem serotonergik dan dopaminergik
dari sistem saraf pusat. Perubahan dari sistem dopaminergik dapat bertahan
bahkan setelah bertahun-tahun berpantang dari penggunaan metamfetamin dan
mungkin terkait dengan defisit di motor dan kinerja kognitif. (Gouzoulis-Mayfrank
dan Daumann, 2009)
Toksisitas SSP metamfetamin dapat
hasil dari kedua hipertermia serta efek langsung terhadap sel-sel individual.
Sebuah meningkatkan dosis-terkait dalam suhu tubuh terjadi dengan konsumsi akut
metamfetamin. Hal ini dapat mempotensiasi efek akut dari metamfetamin pada
penghalang darah-otak dan pada neuron, yang menyebabkan edema. (Kiyatkin dan
Sharma, 2009)
GHB
Gamma-hidroksibutirat (GHB) adalah
metabolit dari neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA) dan juga
berfungsi sebagai neurotransmitter dengan mempengaruhi sistem dopaminergik. GHB
juga dapat mempotensiasi efek opiat endogen atau eksogen. GHB diperkenalkan ke
Amerika Serikat pada tahun 1990 sebagai stimulan diakui untuk pertumbuhan otot
selama tidur, tetapi segera dilarang karena masalah dengan reaksi overdosis dan
merugikan. Selain itu, GHB tidak lagi digunakan sebagai agen anestesi karena
risiko. Efek dari GHB dapat potentiated oleh alkohol dan benzodiazepin.
Konsumsi hasil GHB di mengantuk dan
pusing dengan perasaan "tinggi" dalam waktu 10 hingga 20 menit dan
berlangsung hingga 4 jam. Ada banyak efek samping yang dapat terjadi dalam
waktu 15 menit sampai satu jam, termasuk: muntah sakit kepala, mual,
halusinasi, kehilangan penglihatan perifer, nistagmus, hipoventilasi, disritmia
jantung, kejang, dan jangka pendek koma. Temuan ini umumnya mereda dalam 2 jam
untuk 4 hari.
Sulit untuk memprediksi berapa banyak
GHB akan menghasilkan overdosis. Penarikan dari GHB dapat memiliki onset pada
12 jam dan bertahan hingga 12 hari. Pada kasus yang jarang, kematian telah
terjadi dari efek yang merugikan. (Olmedo dan Hoffman, 2000) (Timby et al,
2000).
EKSTASI
Para metilen-dioxy turunan dari
amphetamine dan methamphetamine adalah "obat desainer" yang umum yang
disebut "ekstasi" dan termasuk 3,4-methylenedioxy-shabu (MDMA), juga
dikenal sebagai "Adam," 3,4-methylenedioxy-ethylamphetamine (MDEA ),
juga dikenal sebagai "Hawa," dan
N-metil-1-(3,4-methylenedioxyphenyl)-2-butanamine (MBDB), juga dikenal sebagai
"Metil-J" atau "Eden." Sebuah "desainer obat"
adalah senyawa yang secara kimiawi diubah dari bentuk zat yang dikendalikan
untuk menghasilkan efek khusus dan untuk memotong peraturan hukum. MDMA dan
yang sejenis senyawa adalah "entactogens" yang bertindak atas jalur
serotonergik di otak untuk memberikan pengguna perasaan euforia, energi, dan
keinginan untuk bersosialisasi. Efek ini segera berlangsung sekitar 3 sampai 6
jam. (Christophersen, 2000)
Efek samping dari penggunaan ekstasi
mungkin termasuk hipertermia, toksisitas hati, dan efek neuropsikiatrik.
Dehidrasi berat menyebabkan asupan cairan yang berlebihan dan keracunan air.
Ada dapat memori defisit, kebingungan, depresi, dan masalah tidur bahkan
berminggu-minggu setelah minum obat ini. Eksperimental menyebabkan lesi MDMA
selektif dan terus-menerus dari pusat terminal saraf serotonergik. Pengguna
MDMA dapat memiliki perubahan sisa transmisi serotonergik, dan meskipun
setidaknya pemulihan parsial mungkin terjadi setelah berpantang jangka panjang,
gejala sisa fungsional dapat bertahan bahkan setelah jangka waktu yang lebih
pantang. Penggunaan jangka panjang dapat disertai dengan tahan lama kerusakan
otak dan gangguan memori. (Carter et al, 2000) (McQuire, 2000)
(Gouzoulis-Mayfrank dan Daumann, 2009)
Sebuah sindrom hipertermia termasuk,
koagulasi intravaskular diseminata, rhabdomyolysis, gagal hati, dan gagal
ginjal telah dilaporkan dengan penggunaan MDMA, temuan mirip dengan delirium
bersemangat penggunaan kokain. Pada orang Selain menggunakan MDMA dapat
mengembangkan hepatitis fulminan akut dengan gagal hati, dan kematian yang
mungkin, yang dapat terjadi hari untuk minggu setelah penggunaan narkoba.
(Scully et al, 2001)
CANNABINOIDS (GANJA)
Beberapa agen psikoaktif yang paling
banyak digunakan meliputi turunan dari tanaman rami Cannabis, biasanya
mengandung senyawa aktif delta – 9 – tetrahydrocannabinol(THC). Bentuk yang
paling umum adalah ganja. Ganja yang lebih kuat, dengan obat lebih aktif.
Sepanjang sebagian besar sejarah manusia untuk 4000 tahun terakhir, persiapan
Cannabis mengandung sejumlah kecil dari THC, kurang dari 1%. Di bagian akhir
abad ke-20, Cannabis tanaman dengan konsentrasi yang lebih tinggi THC dan
pengolahan tanaman untuk menghasilkan produk yang lebih kuat dengan jumlah yang
lebih besar dari THC menjadi banyak digunakan. (Hall dan Degenhardt, 2009)
Produk tanaman biasanya merokok dan
obat diserap ke dalam darah melalui saluran pernapasan. Obat bertindak melalui
reseptor cannabinoid di otak dan di tempat lain dalam tubuh. Reseptor ini
biasanya berinteraksi dengan bertindak pendek dan senyawa endogen kurang kuat
yang mempengaruhi fungsi otak. THC menginduksi euforia ringan, relaksasi, dan
perubahan persepsi sampai 2 jam setelah penggunaan. Resiko seumur hidup untuk
ketergantungan THC adalah sekitar 9% dan hampir dua kali lipat bagi orang-orang
mulai penggunaan biasa dalam masa remaja. Hanya tembakau (32%) dan alkohol
(15%) ketergantungan yang lebih umum. (Hall dan Degenhardt, 2009)
Selama masa remaja, otak mengalami
modifikasi dengan proliferasi neuron, migrasi, diferensiasi, dan pemangkasan sinaps
yang mempromosikan perkembangan otak untuk dewasa. Cannabinoids mengubah
proses-proses dan meningkatkan risiko untuk pengembangan selanjutnya psikosis,
termasuk skizofrenia. (Malone et al, 2010) pengguna Cannabis Remaja cenderung
untuk menyelesaikan sekolah dan lebih mungkin untuk menjadi pengangguran
dibandingkan non-pemakai. (Hall dan Degenhardt, 2009)
Reaksi merugikan akut dengan THC
termasuk kecemasan, panik, dan psikosis, lebih sering pada orang dengan tidak
menggunakan obat sebelumnya. Gangguan dalam perhatian, persepsi, dan koordinasi
motorik mempengaruhi kemampuan untuk melakukan tugas-tugas penting seperti
operasi kendaraan bermotor, meningkatkan resiko untuk kecelakaan. Karena
Kanabis adalah merokok, ada efek iritasi pada saluran pernapasan, dengan risiko
untuk bronkitis kronis dan kanker paru-paru. Efek pada sistem kardiovaskular
meningkatkan risiko infark miokard pada orang dewasa. (Hall dan Degenhardt,
2009) Diet tinggi lemak dan etanol menggunakan reseptor hepatik upregulate
cannabinoid sehingga THC yang dapat mempromosikan pengembangan fatty liver.
(Purohit et al, 2010)
Beberapa pengguna Ganja biasa
mual-mual parah dengan muntah (hiperemesis cannabinoid) dan dorongan untuk
mandi sering dalam air hangat untuk menghilangkan gejala-gejala ini. Entah efek
dari THC pada reseptor cannabinoid dekat pusat thermoregulatory hipotalamus,
atau pada reseptor cannabinoid di pembuluh darah splanknikus mungkin memainkan
peran. Paparan air hangat pengalihan aliran darah ke pembuluh darah perifer.
(Patterson et al, 2010)
STEROID ANABOLIK-ANDROGENIK
Penggunaan steroid anabolik-androgenik
(AAS) telah meningkat secara substansial selama 3 dekade terakhir. Obat ini
digunakan terutama untuk efek mereka meningkatkan massa otot untuk tujuan yang
diinginkan untuk meningkatkan kinerja atletik dan meningkatkan penampilan
fisik. Namun, obat tersebut tidak meningkatkan tingkat keterampilan dalam
kinerja dan fungsi kardiovaskular - peningkat utama untuk sebagian besar
kegiatan yang berhubungan dengan olahraga. (Bahrke dan Yesalis, 2004) (Sjöqvist
et al, 2008)
Ada banyak efek samping untuk
menggunakan AAS. Pada pria ini termasuk: atrofi testis, penurunan produksi
testosteron, ginekomastia, kebotakan, hipertensi, retensi cairan, cedera
tendon, mimisan, pilek lebih sering, dan gangguan tidur. Pada wanita, efek
negatif yang dilaporkan meliputi: ukuran payudara menurun, retensi cairan,
hipertensi, dan gangguan tidur. Perubahan fisik seperti atrofi testis dan
ginekomastia pada pria, atau atrofi payudara pada perempuan, sering tidak
reversibel bahkan setelah penghentian obat. Remaja mengambil AAS mungkin
memiliki pertumbuhan tulang berkurang dan bertubuh lebih pendek. AAS dapat
menghasilkan ikterus kolestasis, mereka mengurangi tingkat kolesterol HDL untuk
mempromosikan atherogenesis. Efek psikiatris utama penggunaan AAS termasuk
agresi meningkat dan gangguan mood utama termasuk depresi dan mania. Efek
samping tersebut secara signifikan dapat mempengaruhi kinerja atletik negatif
dan penurunan fungsi seksual. Singkatnya, steroid anabolik dapat mencegah
hal-hal yang mereka seharusnya untuk meningkatkan. (Hall et al, 2005)
Komplikasi yang paling serius dari
penggunaan AAS adalah peningkatan risiko untuk penyakit jantung dan kematian
mendadak. Steroid anabolik menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan ukuran
jantung. Fibrosis miokard dapat terjadi, serupa dengan kardiomiopati.
Hipertensi disebabkan oleh AAS lebih lanjut meningkatkan ukuran jantung. Efek
ini dapat bertahan bahkan setelah penggunaan AAS telah dihentikan, meningkatkan
risiko morbiditas dan mortalitas. Steroid anabolik telah ditunjukkan untuk
meningkatkan respon arteri koroner katekolamin dilepaskan selama periode stres,
dan ini mungkin memainkan peran dalam kematian jantung mendadak dilaporkan
dengan penggunaan mereka. Kontraksi Band nekrosis, menandakan iskemia, telah
diamati pada kematian tersebut. (Fineschi et al, 1999) (Fineschi et al, 2001) Jantung dengan hipertrofi,
kotor. Jantung dengan nekrosis miokard Band kontraksi, trichrome noda,
mikroskopis. Atrofi testis, kotor. Atrofi testis,
mikroskopis. Gynecomastia, kotor.
DAFTAR PUSTAKA
1)
Awtry
EH, Philippides GJ. Alcoholic and cocaine-associated cardiomyopathies. Prog
Cardiovasc Dis. 2010;52:289-299.
2)
Bahrke
MS, Yesalis CE. Abuse of anabolic androgenic steroids and related substances in
sport and exercise. Curr Opin Pharmacol. 2004;4:614-620.
3)
Carter
N, Rutty GN, Milroy CM, Forrest AR. Deaths associated with MBDB misuse. Int J
Legal Med. 2000;113:168-170.
4) Christophersen AS.
Amphetamine designer drugs - an overview and epidemiology. Toxicol Lett.
2000;112-113:127-131.
5)
Devlin
RJ, Henry JA. Clinical review: Major consequences of illicit drug consumption.
Crit Care. 2008;12:202.
6)
Fineschi
V, Baroldi G, Monciotti F, Reattelli LP, Turillazzi E. Anabolic steroid abuse
and cardiac sudden death. Arch Pathol Lab Med. 2001;125:253-255.
7)
Fineschi
V, Centini F, Mazzeo E, Turillazzi E. Adam (MDMA) and Eve (MDEA) misuse: an
immunohistochemical study on three fatal cases. Forensic Sci Int.
1999;104:65-74.
8) Goforth HW, Murtaugh R,
Fernandez F. Neurologic aspects of drug abuse. Neurol Clin. 2010;28:199-215.
9)
Gouzoulis-Mayfrank
E, Daumann J. Neurotoxicity of drugs of abuse--the case of
methylenedioxyamphetamines (MDMA, ecstasy), and amphetamines. Dialogues Clin
Neurosci. 2009;11:305-317.
10) Hall RC, Hall RC, Chapman
MJ. Psychiatric complications of anabolic steroid abuse. Psychosomatics.
2005;46:285-290.
11) Hall W, Degenhardt L.
Adverse health effects of non-medical cannabis use. Lancet. 2009;374:1383-1391.
12) Hays LR. A profile of
OxyContin addiction. J Addict Dis. 2004;23:1-9.
13) Kiyatkin EA, Sharma HS.
Acute methamphetamine intoxication brain hyperthermia, blood-brain barrier,
brain edema, and morphological cell abnormalities. Int Rev Neurobiol.
2009;88:65-100.
14) Kuczkowski KM. The effects
of drug abuse on pregnancy. Curr Opin Obstet Gynecol. 2007;19:578-585.
15) Malone DT, Hill MN, Rubino
T. Adolescent cannabis use and psychosis: epidemiology and neurodevelopmental
models. Br J Pharmacol. 2010;160:511-522.
16) May PA, Gossage JP, Kalberg
WO, et al. Prevalence and epidemiologic characteristics of FASD from various
research methods with an emphasis on recent in-school studies. Dev Disabil Res
Rev. 2009;15:176-192.
17) McGuire P. Long term
psychiatric and cognitive effects of MDMA use. Toxicol Lett.
2000;112-113:153-156.
18) Mukherjee RA, Hollins S,
Turk J. Fetal alcohol spectrum disorder: an overview. J R Soc Med.
2006;99:298-302.
19) Olmedo R, Hoffman RS.
Withdrawl syndromes. Emerg Med Clin North Am. 2000;18:273-288.
20) Patterson DA, Smith E,
Monahan M, Medvecz A, Hagerty B, Krijger L, Chauhan A, Walsh M. Cannabinoid
hyperemesis and compulsive bathing: a case series and paradoxical
pathophysiological explanation. J Am Board Fam Med. 2010;23:790-793.
21) Purohit V, Rapaka R,
Shurtleff D. Role of cannabinoids in the development of fatty liver (steatosis).
AAPS J. 2010;12:233-237.
22) Salihu HM, Wilson RE.
Epidemiology of prenatal smoking and perinatal outcomes. Early Hum Dev.
2007;83:713-720.
23) Scully RE, Mark EJ, McNeely
WF, et al. Case 6-2001: Case records of the Massachusetts General Hospital. New
Engl J Med. 2001;344:591-599.
24) Sjöqvist F, Garle M, Rane
A. Use of doping agents, particularly anabolic steroids, in sports and society.
Lancet. 2008;371:1872-1882.
25) Timby N, Eriksson A,
Bostrom K. Gamma-hydroxybutyrate associated deaths. Am J Med. 2000;108:518-519.
26) Wipfli H, Samet JM. Global
economic and health benefits of tobacco control: part 1. Clin Pharmacol Ther.
2009;86:263-271.
MENGENAL DAN MEWASPADAI PENYAKIT DEMAM BERDARAH
Saudariku yang
dirahmati Allah, bulan-bulan terakhir ini Indonesia cukup disibukkan dengan
wabah demam berdarah (DB) yang meluas dan menjangkiti hampir seluruh wilayah.
Penyakit ini dapat menyerang anak maupun dewasa. Tingkat keparahannya
bervariasi, mulai dari yang bisa sembuh sendiri sampai yang fatal. Pandangan
masyarakat pun berbeda-beda tentang DB. Ada yang sangat ketakutan, namun ada
pula yang menanggapi sambil lalu. Sebenarnya, apa dan bagaimana sih terjadinya
DB itu ?
Apakah
DB itu?
Demam berdarah
dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue tipe 1-4, dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan) dan beberapa
spesies Aedes lainnya. Di Indonesia sendiri, keempat tipe virus Dengue dapat
ditemukan, dan yang dihubungkan dengan gejala DHF yang parah adalah tipe 3.
Kekebalan (imunitas) terhadap satu jenis virus tidak berlaku untuk infeksi
jenis virus lainnya, bahkan dapat menimbulkan reaksi yang kurang menguntungkan
bagi tubuh. Jumlah kasus DHF utamanya meningkat pada musim hujan dimana sumber
air bersih bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes tersedia dimana-mana, jika tidak
dilakukan program pembersihan lingkungan yang baik.
Apa
Saja Tanda-Tandanya ?
Saudariku yang
dirahmati Allah, gejala yang tampak akibat infeksi virus dengue biasanya muncul
setelah masa inkubasi (masa dimana virus berkembang hingga menimbulkan gejala)
3-8 hari setelah virus masuk ke dalam tubuh. Jika sistem pertahanan tubuh dapat
mengatasi virus, maka gejala yang tampak bisa ringan atau bahkan tidak
didapatkan. Namun jika tidak, dapat timbul beberapa kondisi sebagai berikut:
a) Demam
tinggi mendadak, >38° C, 2-7 hari
b) Demam
tidak dapat teratasi maksimal dengan penurun panas biasa
c) Mual,
muntah, nafsu makan minum berkurang
d) Nyeri
sendi, nyeri otot (pegal-pegal)
e) Nyeri
kepala, pusing
f) Nyeri
atau rasa panas di belakang bola mata
g) Wajah
kemerahan
h) Nyeri
perut
i) Konstipasi
(sulit buang air besar) atau diare
j) Jika
seluruh atau beberapa gejala diatas ditemukan pada seseorang, maka secara medis
orang itu didiagnosis menderita Demam Dengue (Dengue Fever).
Adapun tanda-tanda seseorang menderita Demam Berdarah
Dengue (DHF) adalah jika didapatkan:
a) Demam
tinggi mendadak >38°C selama 2-7 hari
b) Adanya
manifestasi perdarahan spontan, seperti bintik-bintik merah di kulit yang tidak
hilang jika ditekan (utamanya di daerah siku, pergelangan tangan dan kaki),
mimisan, perdarahan gusi, perdarahan yang sulit dihentikan jika disuntik atau
terluka
c) Pembesaran
organ hepar (hati) dan limpa
d) Syok
Kriteria berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
darah:
a) Adanya
trombositopenia, yaitu jumlah trombosit < 150.000/mm³ (normalnya 150-450
ribu/mm³)
b) Hemokonsentrasi,
yaitu pengentalan darah akibat perembesan plasma (komponen darah cair non
seluler), ditandai dengan nilai Hematokrit (Hct) yang meningkat 20% dari nilai
normalnya.
Jika terdapat minimal 2 tanda klinis dan 2
laboratoris, maka orang yang mengalaminya didiagnosis menderita DHF.
Berdasarkan tanda-tanda diatas pula, DHF dibagi atas beberapa derajat, yaitu:
a) DHF
derajat I: Tanda-tanda infeksi virus, dengan menifestasi perdarahan yang tampak
hanya dengan Uji Torniquet positif.
b) DHF
derajat II: Tanda infeksi virus dengan manifestasi perdarahan spontan (mimisan,
bintik-bintik merah)
c) DHF
derajat III: Disebut juga fase pre syok, dengan tanda DHF grade II namun
penderita mulai mengalami tanda syok; kesadaran menurun, tangan dan kaki
dingin, nadi teraba cepat dan lemah, tekanan nadi masih terukur.
d) DHF
derajat IV: Atau fase syok (disebut juga dengue syok syndrome/DSS), penderita
syok dalam dengan kesadaran sangat menurun hingga koma, tangan dan kaki dingin
dan pucat, nadi sangat lemah sampai tidak teraba, tekanan nadi tidak dapat
terukur.
Apakah
Semua Penderita DHF Perlu Dirawat ?
Jawabannya:
Tidak, ya Saudariku fillah. Rata-rata penderita atau keluarga penderita mulai
menyadari sakitnya pada DHF grade I-II, dan keduanya tidak memerlukan perawatan
di rumah sakit, kecuali jika penderita sangat sulit minum dan makan, yang
biasanya terjadi pada anak kecil. Yang memerlukan perawatan dan pemantauan
intensif hanya DHF grade III-IV, karena fatalitas yang mungkin terjadi. Jadi
janganlah kita tergesa-gesa memaksakan perawatan di Rumah Sakit, apalagi jika
demamnya baru berlangsung selama 2-3 hari dan kondisi penderita masih cukup
baik, masih mau makan dan minum. Selain karena sifat penyakit ini yang
sebenarnya dapat sendiri dengan perbaikan kondisi penderita, kita juga dapat
menghindari pengeluaran biaya yang tidak perlu dan kontaminasi kuman yang
mungkin terjadi di rumah sakit.
Apa
yang Bisa Dilakukan di Rumah ?
Pengobatan DHF
sesungguhnya bersifat suportif dan simtomatik, artinya tidak memerlukan obat
untuk kausanya (seperti antivirus). Yang paling ditekankan adalah nutrisi dan
hidrasi alias makan dan minum yang cukup. Lebih ditekankan untuk minum yang
banyak, untuk mengatasi efek kebocoran plasma darah dan meningkatkan jumlah
trombosit. Setidaknya, memenuhi kebutuhan cairan harian per harinya, yang dapat
dihitung dengan rumus:
a) Dewasa:
50 cc/kg BB/hari
b) Anak:
Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
Ø Untuk
10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
Ø Untuk
10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Contoh: Anak fulan 8 tahun dengan BB 23 kg, berarti
kebutuhan cairan perharinya adalah ((100×10) + (50×10) + (20×3))= 1560 cc
Pengobatan
lain yang dapat diberikan adalah kompres hangat dan penurun panas jika demam,
vitamin penambah nafsu makan, antimuntah jika dibutuhkan. Perlu diingat juga
bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan pada kasus DHF murni (tanpa adanya
infeksi bakterial). Jika ada
diantara ukhti yang membawa pasien DHF berobat, dan kemudian mendapatkan resep
antibiotik, bertanyalah pada dokter atau yang meresepkan tersebut apa
kepentingannya, agar tidak terjadi pemborosan uang dan obat, dan membebani
tubuh penderita.
Kapan
Harus Waspada ?
Beberapa kasus
DHF dapat berlanjut menjadi serius yang diakibatkan oleh beberapa faktor,
antara lain seperti keganasan virus dan pertahanan tubuh yang lemah.
Tanda-tanda yang menunjukkan penderita perlu mendapat pemeriksaan medis antara
lain:
a) Muntah
darah segar (merah) atau muntah hitam
b) Buang
air besar berwarna hitam
c) Sesak
nafas yang makin lama makin sesak meski demam telah teratasi
d) Nyeri
perut yang makin nyata, diiringi dengan pembesaran lingkar perut
e) Kesadaran
menurun tanpa syok, nyeri kepala atau pusing hingga muntah nyemprot, pandangan
makin lama makin kabur
Tanda-Tanda
Syok
Tanda-tanda
tersebut menggambarkan perembesan plasma yang tidak teratasi dan efek
perdarahan dalam rongga tubuh (misalnya saluran cerna, otak) akibat trombosit
yang terus turun. Penderita yang mengalami tanda diatas sebaiknya segera
diperiksakan ke Rumah Sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
Lalu…
Kapan Sembuhnya ?
DHF umumnya
akan mengalami penyembuhan sendiri setelah 7-8 hari, jika tidak ada infeksi
sekunder dan dasar pertahanan tubuh penderitanya memang baik. Tanda penyembuhan
antara lain meliputi demam yang turun perlahan, nafsu makan dan minum yang
membaik, lemas yang berkurang dan tubuh terasa segar kembali.
Nah saudariku,
semoga informasi singkat diatas dapat menambah pengetahuan kita akan DB/DHF
ini. Yang terpenting hendaknya kita selalu ingat bahwa Allah Ta’ala menciptakan
segala sesuatu pastilah ada hikmahnya. Contoh kecil adalah penyakit ini, dimana
virus yang ukurannya dalam skala nanometer, dapat menyebabkan sakit serius pada
mahluk yang jauh lebih besar darinya, menunjukkan betapa lemahnya kita manusia
di hadapan Sang Pencipta alam semesta.
DAFTAR
PUSTAKA
1) Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak Bagian Infeksi & Penyakit Tropis , terbitan
IDAI.
2) Tatalaksana
DBD di Indonesia , terbitan IDAI.
3) Standar
Pelayanan Medis, terbitan IDAI.
MALARIA
Cincin-bentuk dan gametosit Plasmodium falciparum
dalam darah manusia.
Ø ICD-10
B50.
Ø ICD-9
084
Ø OMIM
248310
Ø DiseasesDB
7728
Ø MedlinePlus
000621
Ø eMedicine
med/1385 emerg/305 ped/1357
Ø MESH
C03.752.250.552
Malaria adalah
penyakit menular yang ditularkan nyamuk manusia yang disebabkan oleh protista
eukariotik dari genus Plasmodium. Ini tersebar luas di daerah tropis dan
subtropis, termasuk banyak dari Sub-Sahara Afrika, Asia dan
Amerika. Malaria adalah umum di daerah ini karena jumlah yang signifikan
dari curah hujan dan suhu tinggi yang konsisten, hangat, suhu yang konsisten
dan kelembaban yang tinggi, bersama dengan air tergenang di mana larva matang
mereka, memberikan nyamuk dengan lingkungan yang mereka butuhkan untuk berkembang
biak terus menerus. Penyebab penyakit ini adalah protozoa, ditemukan pada
tahun 1880 oleh Charles Louis Alphonse Laveran, ketika ia bekerja di rumah
sakit militer di Constantine, Aljazair, ia mengamati parasit dalam hapusan
darah diambil dari seorang pasien yang baru saja meninggal karena malaria.
hasil Penyakit dari perkalian parasit malaria dalam sel darah merah,
menyebabkan gejala yang biasanya termasuk demam dan sakit kepala, dalam kasus
yang parah berkembang menjadi koma, dan kematian.
Lima spesies
Plasmodium dapat menginfeksi dan ditularkan oleh manusia. Penyakit parah
yang sebagian besar disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria
disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale curtisi, Plasmodium ovale
wallikeri dan Plasmodium malariae umumnya merupakan penyakit ringan yang jarang
berakibat fatal. Sebuah spesies kelima, Plasmodium knowlesi, adalah
zoonosis yang menyebabkan malaria di kera tetapi juga dapat menginfeksi
manusia.
Penularan
malaria dapat dikurangi dengan mencegah gigitan nyamuk dengan distribusi
kelambu murah dan penolak serangga, atau oleh nyamuk langkah-langkah
pengendalian seperti penyemprotan insektisida di dalam rumah dan mengeringkan
air berdiri di tempat nyamuk bertelur. Meskipun banyak yang sedang dikembangkan,
tantangan memproduksi vaksin secara luas yang tersedia yang memberikan
perlindungan tingkat tinggi untuk periode yang berkelanjutan masih harus
dipenuhi. Dua obat juga tersedia untuk mencegah malaria di pelancong ke negara-negara
endemik malaria (profilaksis).
Berbagai obat
antimalaria yang tersedia. Dalam 5 tahun terakhir, pengobatan infeksi P.
falciparum di negara-negara endemik telah diubah dengan menggunakan kombinasi
obat artemisinin mengandung derivatif. Malaria berat diobati dengan kina
intravena atau intramuskular atau, semakin, yang artesunat turunan artemisinin
yang superior bagi kina pada anak dan orang dewasa. Resistensi telah
dikembangkan untuk obat antimalaria beberapa., Terutama klorokuin.
Setiap tahun,
ada lebih dari 225 juta kasus malaria, menewaskan sekitar 781.000 orang setiap
tahun sesuai dengan 2010 Laporan Malaria Dunia Organisasi Kesehatan Dunia,
2.23% dari kematian di seluruh dunia. Mayoritas kematian anak-anak muda di
sub-Sahara Afrika. Sembilan puluh persen dari malaria terkait kematian terjadi
di sub-Sahara Afrika. Malaria adalah umumnya terkait dengan kemiskinan,
dan memang bisa menjadi penyebab kemiskinan dan hambatan utama bagi pembangunan
ekonomi.
Tanda Dan Gejala Utama Gejala
Malaria.
Khas Pola Demam Malaria
Gejala dari
malaria termasuk demam, menggigil, artralgia (nyeri sendi), muntah, anemia
(yang disebabkan oleh hemolisis), hemoglobinuria, kerusakan retina, dan
kejang-kejang. Gejala klasik malaria adalah terjadinya siklus dingin
tiba-tiba diikuti dengan kekakuan dan kemudian demam dan berkeringat
berlangsung empat sampai enam jam, terjadi setiap dua hari di P. vivax dan P.
ovale infeksi, sementara setiap tiga hari untuk P. malariae P. falciparum dapat
memiliki demam berulang setiap 36-48 jam atau demam kurang jelas dan hampir
terus menerus. Untuk alasan yang kurang dipahami, tetapi yang mungkin
berhubungan dengan tekanan intrakranial tinggi, anak-anak dengan malaria sering
menunjukkan sikap yang abnormal, tanda yang menunjukkan kerusakan otak parah
malaria telah ditemukan menyebabkan gangguan kognitif, terutama pada
anak-anak.. Hal ini menyebabkan anemia yang meluas selama periode
perkembangan otak cepat dan juga merusak otak secara langsung. Ini hasil
kerusakan neurologis dari malaria serebral yang anak-anak lebih rentan. malaria
serebral berhubungan dengan pemutihan retina, yang mungkin merupakan tanda
klinis yang berguna dalam malaria membedakan dari penyebab lain dari demam.
Malaria berat
hampir secara eksklusif disebabkan oleh infeksi P. falciparum, dan biasanya
timbul 6-14 hari setelah infeksi. Konsekuensi dari malaria berat termasuk koma
dan kematian jika tidak ditangani-anak dan wanita hamil terutama
rentan.Splenomegali (pembesaran limpa), sakit kepala parah, iskemia serebral,
hepatomegali (pembesaran hati), hipoglikemia, dan hemoglobinuria dengan gagal
ginjal dapat terjadi.Gagal ginjal adalah fitur demam blackwater, dimana
hemoglobin dari sel darah segaris kebocoran merah ke dalam urin. Malaria
berat dapat berkembang sangat cepat dan menyebabkan kematian dalam hitungan jam
atau hari. Dalam kasus yang paling parah dari penyakit, angka kematian dapat
melebihi 20%, bahkan dengan perawatan intensif dan pengobatan. Di daerah endemik, pengobatan
sering kurang memuaskan dan tingkat kematian keseluruhan untuk semua kasus
malaria dapat sebagai tinggi sebagai satu dari sepuluh. Selama, gangguan
perkembangan jangka panjang telah didokumentasikan pada anak-anak yang
mengalami episode malaria berat.
Penyebab
Sebuah
Plasmodium sporozoite melintasi sitoplasma sel epitel midgut nyamuk di
mikrograf elektron palsu-warna. Parasit malaria adalah anggota dari genus
Plasmodium (filum Apicomplexa). Pada manusia malaria yang disebabkan oleh
P. falciparum, P. malariae, P. ovale, P. vivax dan P. knowlesi, P. falciparum
adalah penyebab paling umum infeksi, dan juga bertanggung jawab untuk sekitar
90 % dari kematian akibat malaria. parasit Plasmodium spesies juga
menginfeksi burung, reptil, monyet, simpanse dan hewan pengerat. Ada telah
didokumentasikan infeksi manusia dengan spesies kera beberapa malaria, yaitu P.
knowlesi, P. Inui, P. cynomolgi, simiovale P., P. brazilianum, P. schwetzi
dan P. simium, namun dengan pengecualian P. knowlesi, ini adalah sebagian besar
dari pentingnya kesehatan umum terbatas.
Mengandung
parasit malaria apicoplasts, organel biasanya ditemukan pada tanaman, lengkap
dengan genom mereka sendiri berfungsi. Apicoplast ini diduga berasal
melalui endosimbiosis alga dan memainkan peran penting dalam berbagai aspek
misalnya metabolisme parasit asam lemak bio-sintesis. Untuk saat ini, 466
telah ditemukan protein yang akan diproduksi oleh apicoplasts dan ini sekarang
sedang memandang sebagai target mungkin untuk novel obat anti malaria.
Siklus
Hidup
Sekunder
parasit (intermediate) host adalah manusia dan vertebrata lainnya. Nyamuk
betina dari genus Anopheles adalah host utama dan vector transmisi. Nyamuk muda pertama menelan parasit malaria dengan
memberi makan pada operator manusia yang terinfeksi dan membawa nyamuk
Anopheles sporozoit Plasmodium pada kelenjar ludah mereka. Seekor nyamuk
menjadi terinfeksi ketika mengambil makan darah dari manusia yang
terinfeksi. Setelah dicerna, gametosit parasit diambil dalam darah lebih
lanjut akan berdiferensiasi menjadi gamet laki-laki atau perempuan dan kemudian
sekering di usus nyamuk. Ini menghasilkan ookinete yang menembus lapisan
usus dan menghasilkan ookista di dinding usus. Ketika pecah ookista, ia
melepaskan sporozoit yang bermigrasi melalui tubuh nyamuk ke kelenjar ludah, di
mana mereka kemudian siap untuk menginfeksi host manusia baru. Jenis
transmisi kadang-kadang disebut sebagai transfer stasiun anterior. Para
sporozoit yang disuntikkan ke dalam kulit, bersama air liur, ketika nyamuk
mengambil makan darah berikutnya.
Hanya nyamuk
betina makan darah saat pria nyamuk hidup nektar tanaman, sehingga laki-laki
tidak menularkan penyakit. Betina dari genus Anopheles nyamuk lebih
memilih untuk makan di malam hari. Mereka biasanya mulai mencari makan di
senja, dan akan terus berlanjut sepanjang malam sampai mengambil
makan. Parasit malaria juga dapat ditularkan oleh transfusi darah,
meskipun hal ini jarang terjadi.
Malaria
Berulang
Malaria kambuh
setelah pengobatan karena tiga alasan. Kambuhnya terjadi ketika parasit
tidak dibersihkan oleh pengobatan, sedangkan infeksi ulang menunjukkan
pembukaan lengkap dengan infeksi baru didirikan dari gigitan nyamuk infektif
yang terpisah, keduanya dapat terjadi dengan spesies parasit
malaria. Relapse adalah khusus untuk P. vivax dan P. ovale dan munculnya
kembali melibatkan darah stadium parasit dari parasit laten (hypnozoites) dalam
hati. Menggambarkan kasus malaria sebagai disembuhkan dengan mengamati
hilangnya parasit dari aliran darah dapat, karena itu, menipu. Masa
inkubasi terpanjang dilaporkan untuk infeksi P. vivax adalah 30 tahun.
Sekitar satu dari lima kasus malaria P.
vivax di daerah beriklim musim dingin, tungau melibatkan oleh hypnozoites
(yaitu, kambuh mulai tahun setelah gigitan nyamuk).
Patogenesis
Informasi
lebih lanjut: Plasmodium falciparum biologi. Siklus
hidup parasit malaria dalam tubuh manusia. Seekor nyamuk menginfeksi
seseorang dengan mengambil makan darah. Pertama, sporozoit memasuki aliran
darah, dan bermigrasi ke hati. Mereka menginfeksi sel-sel hati
(hepatosit), di mana mereka berkembang biak menjadi merozoit, pecahnya sel-sel
hati, dan melarikan diri kembali ke aliran darah. Kemudian, merozoit
menginfeksi sel darah merah, di mana mereka mengembangkan ke dalam bentuk
cincin, trophozoites dan schizonts yang pada gilirannya menghasilkan merozoit lebih
lanjut. Bentuk seksual (gametosit) juga diproduksi, yang, jika diambil
oleh nyamuk, akan menginfeksi serangga dan melanjutkan siklus hidup. Malaria
berkembang melalui dua fase: sebuah exoerythrocytic dan fase erythrocytic.Fase
exoerythrocytic melibatkan infeksi pada sistem hati, atau hati, sedangkan tahap
erythrocytic melibatkan infeksi pada eritrosit, atau sel darah
merah. Ketika nyamuk yang terinfeksi menembus kulit seseorang untuk
mengambil makan darah, sporozoit dalam air liur nyamuk memasuki aliran darah
dan berpindah ke hati. Dalam menit diperkenalkan ke dalam inang manusia,
sporozoit menginfeksi hepatosit yang, mengalikan aseksual dan bergejala untuk
jangka waktu 8-30 hari. Setelah di hati, organisme ini membedakan untuk
menghasilkan ribuan merozoit, yang, setelah pecahnya sel tuan rumah
mereka, melarikan diri ke dalam darah dan menginfeksi sel-sel darah merah,
sehingga awal tahap erythrocytic dari siklus kehidupan. parasit lolos dari hati
tidak terdeteksi oleh membungkus dirinya dalam membran sel dari sel hati inang
terinfeksi.
Dalam sel-sel
darah merah, parasit berkembang biak lebih lanjut, sekali lagi secara aseksual,
secara berkala melanggar keluar dari tuan rumah mereka untuk menyerang sel
darah merah segar. Beberapa siklus amplifikasi tersebut
terjadi. Dengan demikian, deskripsi klasik dari gelombang demam timbul
dari gelombang simultan merozoit melarikan diri dan menginfeksi sel-sel darah
merah.
Beberapa vivax
dan P. ovale P. sporozoit tidak segera berkembang menjadi merozoit exoerythrocytic-fase,
melainkan menghasilkan hypnozoites yang tetap aktif untuk jangka waktu mulai
dari beberapa bulan (6-12 bulan khas) untuk selama tiga tahun. Setelah
masa dormansi, mereka kembali dan menghasilkan merozoit. Hypnozoites
bertanggung jawab untuk inkubasi yang panjang dan kambuh akhir dalam dua jenis
malaria. Parasit relatif dilindungi dari serangan oleh sistem kekebalan
tubuh karena untuk sebagian dari siklus hidup manusia itu berada dalam hati dan
sel darah dan relatif tidak terlihat oleh surveilans kekebalan. Namun,
beredar sel darah yang terinfeksi dihancurkan di limpa.
Untuk
menghindari nasib ini, P. falciparum parasit menampilkan perekat protein pada
permukaan sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah untuk menempel
pada dinding pembuluh darah kecil, sehingga eksekusi parasit dari bagian melalui
sirkulasi umum dan limpa. ini "lengket" adalah faktor utama yang
menimbulkan komplikasi hemoragik malaria. Venula Tinggi endotel
(cabang-cabang terkecil dari sistem peredaran darah) dapat diblokir oleh
lampiran massa sel-sel darah yang terinfeksi merah. Penyumbatan pembuluh
ini menyebabkan gejala seperti pada malaria plasenta dan serebral. Pada
malaria serebral sel darah merah dapat sequestrated pelanggaran penghalang
darah otak mungkin menyebabkan koma.
Mikrograf dari
plasenta dari bayi lahir mati karena malaria ibu. H & E noda. Sel
darah merah yang anuclear; pewarnaan biru / hitam dalam struktur merah terang
(sel darah merah) menunjukkan inti asing dari parasit .
Meskipun
protein sel darah merah perekat permukaan (disebut PfEMP1, untuk eritrosit
protein Plasmodium falciparum membran 1) yang terkena sistem kekebalan tubuh,
mereka tidak melayani sebagai target kekebalan tubuh yang baik, karena
keragaman yang sangat mereka; setidaknya ada 60 variasi protein dalam
parasit tunggal dan versi terbatas secara efektif dalam populasi parasit. The
switch parasit antara repertoar luas PfEMP1 protein permukaan, sehingga tinggal
satu langkah di depan dari sistem kekebalan tubuh mengejar..
Beberapa merozoit
berubah menjadi gametosit jantan dan betina. Karena gametosit terbentuk
dalam darah vertebrata host, host vertebrata adalah tuan rumah definitif
penyakit. Jika nyamuk menembus kulit orang yang terinfeksi, itu berpotensi
mengambil gametosit dalam darah. Pemupukan dan rekombinasi seksual parasit
terjadi di usus nyamuk. Sporozoit baru berkembang dan perjalanan ke
kelenjar ludah nyamuk, menyelesaikan siklus. Wanita hamil sangat menarik
bagi nyamuk, dan malaria pada wanita hamil merupakan penyebab penting bayi
lahir mati, kematian bayi dan berat badan lahir rendah, khususnya pada infeksi
P. falciparum, tetapi juga pada infeksi spesies lain, seperti P. vivax. Resistensi
Genetik Artikel utama: resistensi genetik terhadap malaria.
Malaria
diperkirakan telah menjadi tekanan selektif terbesar pada genom manusia dalam
sejarah. Hal ini disebabkan tingginya tingkat mortalitas dan morbiditas yang
disebabkan oleh malaria, terutama spesies P. falciparum. Sejumlah penyakit
dapat memberikan beberapa perlawanan untuk itu termasuk penyakit sel sabit,
thalassaemias, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, antigen Duffy, dan mungkin orang
lain.
Diagnosis
Andalan
diagnosis malaria telah pemeriksaan mikroskopis darah. Meskipun darah adalah
contoh yang paling sering digunakan untuk membuat diagnosis, baik air liur dan
urin telah diteliti sebagai alternatif, spesimen yang kurang invasif.
Daerah yang
tidak mampu tes laboratorium diagnostik sering menggunakan hanya riwayat demam
subjektif sebagai indikasi untuk mengobati malaria. Menggunakan
Giemsa-noda darah dari anak-anak pap di Malawi, satu studi menunjukkan bahwa
ketika prediktor klinis (suhu rektal, pucat nailbed, dan splenomegali)
digunakan sebagai indikasi pengobatan, dari pada hanya menggunakan riwayat
demam subjektif, diagnosis yang benar meningkat dari 2 % menjadi 41% dari
kasus, dan pengobatan yang tidak perlu untuk malaria secara signifikan menurun.
Diagnosis yang
paling ekonomi, disukai, dan dapat diandalkan malaria adalah pemeriksaan
mikroskopis dari film darah karena masing-masing dari spesies parasit empat
besar telah membedakan karakteristik. Dua macam film darah tradisional
digunakan. Film tipis yang mirip dengan film darah yang biasa dan
memungkinkan identifikasi spesies karena penampilan parasit yang terbaik diawetkan
dalam persiapan ini.
Film tebal
memungkinkan microscopist untuk layar lebih besar volume darah dan sekitar
sebelas kali lebih sensitif dibandingkan dengan film tipis, sehingga mengambil
tingkat rendah infeksi lebih mudah pada film tebal, namun munculnya parasit
jauh lebih menyimpang dan karena itu membedakan antara spesies yang
berbeda dapat jauh lebih sulit. Dengan pro dan kontra dari pap baik tebal
dan tipis dipertimbangkan, sangat penting untuk memanfaatkan kedua Pap ketika
mencoba untuk membuat diagnosis definitif.
Dari film
tebal, sebuah microscopist berpengalaman dapat mendeteksi tingkat parasit (atau
parasitemia) sesedikit 5 parasit / uL darah. Diagnosis spesies dapat sulit
karena trophozoites awal ("bentuk cincin") dari semua empat spesies
terlihat identikdan tidak pernah mungkin untuk mendiagnosa spesies berdasarkan
bentuk cincin tunggal, identifikasi spesies selalu didasarkan pada beberapa
trophozoites. Satu hal yang penting untuk dicatat adalah bahwa P. malariae
dan P. knowlesi (yang merupakan penyebab paling umum dari malaria di Asia
Tenggara) terlihat sangat mirip di bawah mikroskop. Namun, P. knowlesi
parasitemia meningkat sangat cepat dan menyebabkan penyakit yang lebih parah
dari P. malariae, sehingga sangat penting untuk mengidentifikasi dan mengobati
infeksi dengan cepat. Oleh karena itu metode modern seperti PCR (lihat
"metode Molekuler" di bawah) atau panel antibodi monoklonal yang
dapat membedakan antara kedua harus digunakan di bagian dunia.
Tes
Antigen
Lihat juga: tes antigen malaria deteksi
Untuk daerah
mana mikroskop tidak tersedia, atau di mana staf laboratorium tidak
berpengalaman di diagnosis malaria, ada tes deteksi antigen komersial yang hanya
membutuhkan setetes darah tes immunochromatographic (juga disebut:. Malaria Tes
Diagnostik Cepat,
Antigen-Capture Assay atau "dipsticks") telah dikembangkan,
didistribusikan dan fieldtested. Tes ini menggunakan jari-tongkat atau
darah vena, tes menyelesaikan membutuhkan total 15-20 menit, dan hasilnya
dibaca secara visual sebagai kehadiran atau tidak adanya garis-garis berwarna
pada dipstick, sehingga mereka cocok untuk digunakan di lapangan. Ambang
deteksi oleh tes diagnostik cepat adalah di kisaran 100 parasit / ml darah (kit
komersial dapat berkisar dari sekitar 0,002% sampai 0,1% parasitemia)
dibandingkan dengan 5 dengan mikroskop film tebal. Salah satu kelemahan
adalah bahwa tes dipstick bersifat kualitatif bukan kuantitatif tetapi - mereka
dapat menentukan apakah parasit yang hadir dalam darah, tetapi tidak berapa
banyak.
Tes pertama
diagnostik cepat yang menggunakan glutamat dehidrogenase P. falciparum sebagai
antigen. PGluDH segera digantikan oleh dehidrogenase laktat P.falciparum,
sebuah kDa 33 oxidoreductase [EC 1.1.1.27]. Ini adalah enzim terakhir dari
jalur glikolisis, penting untuk generasi ATP dan salah satu enzim yang paling
banyak diungkapkan oleh P.falciparum.
PLDH tidak
bertahan di dalam darah tetapi membersihkan sekitar waktu yang sama sebagai
parasit setelah pengobatan berhasil.Kurangnya ketekunan antigen setelah
perawatan membuat tes pLDH berguna dalam memprediksi kegagalan
pengobatan. Dalam hal ini, pLDH mirip dengan pGluDH.Tergantung pada
antibodi monoklonal yang digunakan, jenis tes dapat membedakan antara semua
lima spesies yang berbeda dari parasit malaria manusia, karena perbedaan
antigen antara isoenzim pLDH mereka.
Metode
Molekuler
Metode
molekuler yang tersedia di beberapa laboratorium klinis dan cepat real-time tes
(misalnya, QT-NASBA berdasarkan reaksi rantai polimerase) sedang dikembangkan dengan
harapan untuk dapat menyebarkan mereka di daerah endemik. PCR (dan metode
molekuler lainnya) lebih akurat daripada mikroskop. Namun, mahal, dan
membutuhkan laboratorium khusus. Selain itu, tingkat parasitemia yang
tidak selalu korelatif dengan perkembangan penyakit, khususnya ketika parasit
mampu mematuhi dinding pembuluh darah. Oleh karena itu lebih sensitif,
alat berteknologi rendah diagnosis perlu dikembangkan dalam rangka untuk
mendeteksi tingkat rendah parasitemia di lapangan.
Diferensial
Demam dan syok
septik biasanya misdiagnosed sebagai malaria parah di Afrika, mengarah ke
kegagalan untuk mengobati lain penyakit yang mengancam jiwa. Di daerah
endemik malaria, parasitemia tidak menjamin diagnosis malaria berat, karena
parasitemia bisa terkait dengan penyakit konkuren lainnya. Investigasi
terbaru menunjukkan bahwa retinopati malaria adalah lebih baik (sensitivitas
95% kolektif dan spesifisitas 90%) daripada fitur klinis atau laboratorium lain
di malaria membedakan dari non-malaria koma.
Pencegahan
Anopheles
albimanus makan nyamuk pada lengan manusia. Nyamuk ini adalah vektor
malaria dan pengendalian nyamuk adalah cara yang sangat efektif untuk
mengurangi kejadian malaria. Metode yang digunakan dalam rangka mencegah
penyebaran penyakit, atau untuk melindungi individu-individu di daerah di mana
malaria endemik, termasuk obat-obatan profilaksis, nyamuk pemberantasan dan
pencegahan gigitan nyamuk.
Keberadaan
terus malaria di suatu daerah membutuhkan kombinasi dari kepadatan penduduk
tinggi manusia, kepadatan populasi nyamuk tinggi dan tingkat tinggi penularan
dari manusia ke nyamuk dan dari nyamuk ke manusia. Jika salah satu cukup
diturunkan, parasit cepat atau lambat akan menghilang dari daerah itu, seperti
yang terjadi di Amerika Utara, Eropa dan sebagian besar Timur
Tengah. Namun, kecuali parasit dihilangkan dari seluruh dunia, bisa
menjadi didirikan kembali jika kondisi kembali ke kombinasi yang menguntungkan
reproduksi parasit. Banyak negara melihat peningkatan jumlah kasus malaria
impor karena perjalanan yang luas dan migrasi .
Banyak
peneliti berpendapat bahwa pencegahan malaria mungkin lebih hemat biaya
daripada pengobatan penyakit dalam jangka panjang, tetapi biaya modal yang
diperlukan berada di luar jangkauan banyak dari orang termiskin di
dunia. Ekonom Jeffrey Sachs memperkirakan bahwa malaria dapat dikendalikan
untuk US $ 3 miliar dalam bantuan per tahun. Sebuah studi 2008 yang diperiksa pembiayaan
internasional pengendalian malaria menemukan variasi regional yang besar dalam tingkat
pendanaan per kapita rata – rata tahunan berkisar antara US $ 0,01 di Myanmar
menjadi US $ 147 di Suriname. Studi ini menemukan 34 negara di mana dana
kurang dari US $ 1 per kapita, termasuk 16 negara di mana dukungan malaria
tahunan kurang dari US $ 0,5. 16 negara termasuk 710 juta orang atau 50%
dari populasi global terkena risiko penularan malaria, termasuk tujuh negara
termiskin di Afrika (Pantai Gading, Republik Kongo, Chad, Mali, Republik
Demokratik Kongo , Somalia, dan Guinea) dan dua negara yang paling padat
penduduknya endemik stabil di dunia (Indonesia dan India).
Brasil,
Eritrea, India, dan Vietnam, tidak seperti banyak negara berkembang lainnya,
telah berhasil mengurangi beban malaria. Faktor keberhasilan umum telah
memasukkan kondisi negara kondusif, pendekatan teknis yang ditargetkan
menggunakan paket alat yang efektif, data-driven pengambilan keputusan,
kepemimpinan aktif di semua tingkat pemerintahan, keterlibatan masyarakat,
pelaksanaan desentralisasi dan pengendalian keuangan, terampil teknis dan
manajerial kapasitas pada tingkat nasional dan sub-nasional, tangan-pada
dukungan teknis dan program dari lembaga mitra, dan pendanaan yang memadai dan
fleksibel.
Pengobatan
Artikel utama: profilaksis malaria
Beberapa obat,
sebagian besar yang juga digunakan untuk pengobatan malaria, dapat diambil
preventif. Klorokuin dapat digunakan di mana parasit masih sensitif .
Namun karena perlawanan salah satu dari tiga obat:.. Mefloquine (Lariam),
doxycycline (tersedia umum), dan kombinasi atovakuon dan hidroklorida proguanil
(Malarone) sering diperlukan. Doxycycline dan atovakuon dan kombinasi proguanil
yang terbaik ditoleransi dengan mefloquine dikaitkan dengan tingkat lebih
tinggi dari gejala-gejala neurologis dan psikiatris.
Efek profilaksis
tidak memulai segera setelah mulai obat, sehingga orang sementara mengunjungi
daerah endemis malaria biasanya mulai mengambil obat satu sampai dua minggu
sebelum tiba dan harus terus membawa mereka selama 4 minggu setelah
meninggalkan (dengan pengecualian proguanil atovakuon yang hanya kebutuhan
akan dimulai 2 hari sebelum dan dilanjutkan selama 7 hari
setelahnya). Umumnya, obat ini diminum setiap hari atau mingguan, pada
dosis yang lebih rendah daripada yang digunakan untuk pengobatan orang yang
benar-benar tertular penyakit itu.
Penggunaan
obat profilaksis jarang praktis untuk warga penuh-waktu daerah endemik malaria,
dan penggunaannya biasanya terbatas pada pengunjung jangka pendek dan wisatawan
ke daerah malaria. Hal ini disebabkan biaya pembelian obat, efek samping
negatif dari penggunaan jangka panjang, dan karena beberapa anti-malaria yang
efektif obat sulit untuk mendapatkan luar negara-negara kaya.
Kina digunakan
historis, namun pengembangan alternatif yang lebih efektif seperti quinacrine,
klorokuin, dan primakuin pada abad ke-20 berkurang penggunaannya. Hari
ini, kina umumnya tidak digunakan untuk profilaksis. Penggunaan obat
profilaksis mana nyamuk pembawa malaria yang hadir dapat mendorong perkembangan
imunitas parsial.
Vektor
Kontrol
Informasi lebih lanjut: kontrol nyamuk
Upaya untuk
membasmi malaria dengan menghilangkan nyamuk telah berhasil di beberapa
daerah. Malaria pernah umum di Amerika Serikat dan Eropa selatan, tetapi
program pengendalian vektor, dalam hubungannya dengan pemantauan dan pengobatan
pada manusia yang terjangkit, dieliminasi dari daerah-daerah. Di beberapa
daerah, pengeringan lahan basah dan tempat berkembang biak sanitasi yang lebih
baik adalah cukup.
Malaria
tersingkir dari sebagian besar Amerika Serikat di awal abad 20 dengan metode
tersebut, dan penggunaan pestisida DDT dan sarana lainnya dihilangkan dari
kantong yang tersisa di Selatan tahun 1951 (lihat Malaria Pemberantasan Program
Nasional). Pada tahun 2002, ada 1.059 kasus malaria yang dilaporkan di AS,
termasuk delapan kematian, tetapi hanya lima kasus-kasus adalah penyakit
dikontrak di Amerika Serikat.
Sebelum DDT,
malaria telah berhasil dibasmi atau dikendalikan juga di beberapa daerah tropis
dengan menghapus atau keracunan tempat berkembang biak nyamuk atau dari habitat
air dari tahap larva, misalnya dengan mengisi atau mengoleskan minyak ke
tempat-tempat dengan berdiri air. Metode ini telah melihat sedikit
aplikasi di Afrika selama lebih dari setengah abad. Teknik serangga steril yang muncul sebagai metode
pengendalian nyamuk potensial.Kemajuan menuju transgenik, atau rekayasa
genetika, serangga menunjukkan bahwa populasi nyamuk liar bisa dibuat malaria
resisten. Peneliti di Imperial College London menciptakan nyamuk malaria pertama
transgenik di dunia, dengan
plasmodium-tahan spesies pertama diumumkan oleh tim di Case Western Reserve
University di Ohio pada tahun 2002 penggantian berhasil populasi saat ini dengan.
Baru rekayasa
genetika populasi, bergantung pada mekanisme drive, seperti elemen transposabel
untuk memungkinkan untuk non-Mendel warisan dari gen yang diinginkan.Namun,
pendekatan ini mengandung banyak kesulitan dan keberhasilan adalah prospek yang
jauh.
Sisa
Penyemprotan Indoor
Artikel utama:
Indoor sisa penyemprotan dan DDT digunakan melawan malaria
Penyemprotan residu dalam ruangan (IRS) adalah praktek penyemprotan
insektisida pada dinding interior rumah di daerah yang terkena
malaria. Setelah makan, istirahat banyak spesies nyamuk pada permukaan
yang terdekat sementara mencerna bloodmeal, jadi jika dinding tempat tinggal
telah dilapisi dengan insektisida, nyamuk istirahat akan dibunuh sebelum mereka
dapat menggigit korban lain, mentransfer parasit malaria.
Pestisida
pertama digunakan untuk IRS DDT. Meskipun awalnya digunakan secara eksklusif
untuk memerangi malaria, gunakan dengan cepat menyebar ke pertanian.Dalam
waktu, hama-kontrol, daripada penyakit-kontrol, mendominasi penggunaan DDT, dan
ini penggunaan skala besar pertanian menyebabkan evolusi nyamuk resisten di
berbagai daerah. DDT perlawanan ditunjukkan oleh nyamuk Anopheles dapat
dibandingkan dengan resistensi antibiotik ditunjukkan oleh
bakteri. Terlalu sering menggunakan sabun anti-bakteri dan antibiotik
menyebabkan resistensi antibiotik pada bakteri, mirip dengan bagaimana
overspraying DDT pada tanaman menyebabkan DDT perlawanan di nyamuk
Anopheles. Selama tahun 1960, kesadaran akan konsekuensi negatif dari
penggunaan sembarangan yang meningkat, akhirnya menyebabkan larangan pada
aplikasi pertanian DDT di banyak negara di tahun 1970-an. Karena
penggunaan DDT telah dibatasi atau dilarang untuk digunakan pertanian untuk
beberapa waktu, DDT sekarang mungkin lebih efektif sebagai metode pengendalian
penyakit.
Meskipun DDT
tidak pernah dilarang untuk digunakan dalam pengendalian malaria dan ada
beberapa insektisida yang cocok untuk IRS, beberapa pendukung telah mengklaim
bahwa larangan bertanggung jawab untuk puluhan juta kematian di negara-negara
tropis di mana DDT pernah efektif dalam mengendalikan malaria. Selain itu,
sebagian besar masalah yang terkait dengan penggunaan DDT berasal khusus dari
industri skala penerapannya dalam pertanian, daripada menggunakan dalam
kesehatan masyarakat. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) saat ini menyarankan penggunaan insektisida yang berbeda
dalam 12 operasi IRS, termasuk DDT serta insektisida alternatif (seperti
permetrin dan deltametrin piretroid).
Ini
menggunakan kesehatan masyarakat dalam jumlah kecil DDT diizinkan di bawah
Konvensi Stockholm pada Persistent Organic Pollutants (POPs), yang melarang
penggunaan DDT pertanian. Namun, karena warisan, banyak negara maju yang
sebelumnya berkecil hati menggunakan DDT bahkan dalam jumlah kecil. Satu masalah dengan semua bentuk Penyemprotan Indoor
Residual insektisida resistensi melalui evolusi nyamuk.
Menurut sebuah
penelitian yang diterbitkan pada Perilaku Nyamuk dan Pengendalian Vector,
spesies nyamuk yang dipengaruhi oleh IRS adalah spesies endophilic (spesies
yang cenderung untuk beristirahat dan tinggal dalam ruangan), dan karena
iritasi yang disebabkan oleh penyemprotan, keturunan evolusi mereka untuk
menjadi tren exophilic (spesies yang cenderung untuk beristirahat dan
hidup di luar pintu), yang berarti bahwa mereka tidak terpengaruh-jika
terpengaruh sama sekali-oleh IRS, rendering itu agak tidak berguna sebagai
mekanisme pertahanan jaring nyamuk dan
seprai.
Artikel utama: bersih nyamuk
Kelambu
membantu menjaga nyamuk menjauh dari orang-orang dan sangat mengurangi infeksi
dan penularan malaria. Jaring bukan penghalang sempurna dan mereka sering
diperlakukan dengan insektisida untuk membunuh nyamuk yang dirancang sebelum
memiliki waktu untuk mencari cara melewati net. Kelambu berinsektisida
(ITN) diperkirakan akan dua kali lebih efektif sebagai jaring diobati dan
menawarkan perlindungan lebih besar dari 70% dibandingkan dengan jaring tidak
ada. Meskipun ITN terbukti sangat efektif terhadap malaria, kurang dari 2% dari
anak-anak di. daerah perkotaan di Sub-Sahara Afrika yang dilindungi oleh
ITN. Karena nyamuk Anopheles pakan pada malam hari, metode yang disukai
adalah untuk menggantung "kelambu" besar di atas pusat tempat tidur
sedemikian rupa sehingga tirai turun dan meliputi tempat tidur sepenuhnya.
Vaksinasi
Artikel utama: Vaksin Malaria
Imunitas
(atau, lebih tepat, toleransi) tidak terjadi secara alami, tetapi hanya sebagai
respons terhadap infeksi berulang dengan beberapa strain malaria. Vaksin untuk
malaria yang sedang dikembangkan, dengan sepenuhnya ada vaksin yang efektif
belum tersedia.
Penelitian
menjanjikan pertama yang menunjukkan potensi untuk vaksin malaria dilakukan
pada tahun 1967 oleh imunisasi tikus dengan hidup, radiasi-sporozoit
dilemahkan, memberikan perlindungan bagi sekitar 60% dari tikus pada injeksi
berikutnya dengan normal, sporozoit layak. Sejak 1970-an , telah ada upaya
untuk mengembangkan strategi vaksinasi yang sama dalam manusia. Ditentukan
bahwa seorang individu dapat dilindungi dari infeksi P. falciparum jika mereka
menerima lebih dari 1.000 gigitan dari nyamuk yang terinfeksi belum diiradiasi.
Metode
Lain
Pendidikan
dalam mengenali gejala malaria telah mengurangi jumlah kasus di beberapa
wilayah dunia berkembang sebanyak 20%. Mengenali penyakit pada tahap awal
juga dapat menghentikan penyakit dari menjadi pembunuh. Pendidikan juga
dapat menginformasikan orang untuk menutupi daerah stagnan misalnya, masih
air Air Tank yang ideal untuk tempat berkembang biak parasit dan nyamuk,
sehingga mengurangi risiko transmisi antara orang-orang. Hal ini paling
dimasukkan dalam praktek di daerah perkotaan di mana terdapat pusat-pusat besar
populasi dalam ruang tertutup dan transmisi akan paling mungkin di
daerah-daerah.
Proyek
Pengendalian Malaria saat ini menggunakan downtime daya komputasi yang
disumbangkan oleh relawan individu di seluruh dunia (lihat Relawan komputasi
dan BOINC) untuk mensimulasikan model efek kesehatan dan dinamika transmisi
untuk menemukan metode terbaik atau kombinasi metode untuk pengendalian
malaria.
Pemodelan ini
sangat intensif untuk komputer karena simulasi populasi manusia yang besar dengan
berbagai macam parameter yang berhubungan dengan faktor biologis dan sosial
yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini. Hal ini diharapkan untuk
mengambil beberapa bulan menggunakan sukarela daya komputasi dibandingkan
dengan 40 tahun itu akan diambil dengan sumber daya yang saat ini tersedia
untuk para ilmuwan yang mengembangkan program tersebut.
Sebuah contoh
tentang pentingnya pemodelan komputer dalam perencanaan program pemberantasan
malaria ditampilkan dalam kertas oleh Aguas dan lain-lain. Mereka
menunjukkan bahwa pemberantasan malaria krusial tergantung pada menemukan dan
mengobati sejumlah besar orang di daerah endemis dengan malaria tanpa gejala,
yang bertindak sebagai reservoir untuk infeksi. Para parasit malaria tidak
mempengaruhi spesies hewan dan karena itu pemberantasan penyakit dari
populasi manusia akan diharapkan untuk menjadi efektif.
Intervensi
lain untuk pengendalian malaria meliputi administrasi obat dan terapi
pencegahan massa berselang. Melanjutkan upaya untuk mengurangi tingkat
transmisi, alternatif yang diusulkan untuk kelambu nyamuk adalah laser, atau
pagar fotonik, yang mengidentifikasi nyamuk betina dan tunas mereka menggunakan
laser bertenaga menengah. Perangkat saat ini menjalani pengembangan komersial,
meskipun. Instruksi untuk versi DIY pagar fotonik juga telah diterbitkan.
Cara lain
mengurangi malaria ditularkan ke manusia dari nyamuk telah dikembangkan oleh
University of Arizona. Mereka telah direkayasa nyamuk menjadi resisten
terhadap malaria. Hal ini dilaporkan pada tanggal 16 Juli 2010 di jurnal
PLoS Pathogens. Dengan tujuan akhir adalah bahwa rilis ini nyamuk GM ke
lingkungan, Gareth Lycett, seorang peneliti malaria dari Sekolah Kedokteran
Tropis Liverpool kepada BBC. Bahwa " Ini adalah langkah lain dalam
perjalanan menuju berpotensi membantu pengendalian malaria melalui pelepasan
nyamuk GM".
Pengobatan
Informasi lebih lanjut: obat anti malaria
Ketika
diobati, pasien dengan malaria dapat mengharapkan pemulihan lengkap [84]
Pengobatan malaria tergantung pada keparahan penyakit;. Apakah pasien yang
dapat mengambil obat oral harus dirawat tergantung pada penilaian dan
pengalaman dari para dokter . Malaria tanpa komplikasi diobati dengan
obat oral. Strategi yang paling efektif untuk infeksi P. falciparum yang direkomendasikan
oleh WHO adalah penggunaan artemisinin dalam kombinasi dengan antimalaria
lainnya artemisinin-terapi kombinasi, ACT, untuk menghindari perkembangan
resistensi obat terhadap terapi berbasis artemisinin.
Malaria berat
memerlukan pemberian parenteral obat antimalaria. Sampai saat ini
pengobatan yang paling digunakan untuk malaria berat adalah kina tapi artesunat
telah terbukti lebih unggul kina pada anak dan orang dewasa. Pengobatan malaria
berat juga melibatkan langkah-langkah pendukung. Infeksi dengan P. vivax, P. ovale atau P. malariae
biasanya diobati secara rawat jalan. Pengobatan
P. vivax membutuhkan kedua pengobatan tahap darah (dengan klorokuin atau ACT)
serta pembersihan bentuk hati dengan primakuin. Hal ini disarankan untuk berhati-hati mendiagnosa dan
mengobati tanpa kehadiran sakit kepala, karena mungkin bahwa pasien telah
berdarah;. Bukan malaria.
Epidemiologi
Negara-negara
yang memiliki daerah di mana malaria adalah endemik pada 2003 (berwarna kuning).
Negara-negara di hijau adalah bebas dari kasus adat malaria di semua
wilayah. Cacat-tahun hidup disesuaikan untuk malaria per 100.000 penduduk
pada tahun 2004. tidak ada data.
Diperkirakan
bahwa malaria menyebabkan 250 juta kasus demam dan sekitar satu juta kematian setiap
tahunnya. Sebagian besar kasus terjadi pada anak di bawah 5 tahun; wanita hamil
juga sangat rentan. Meskipun upaya untuk mengurangi penularan dan
pengobatan meningkat, telah ada sedikit perubahan di mana daerah beresiko
penyakit ini sejak tahun 1992 Memang., Jika prevalensi malaria tetap di atas
saja sekarang, angka kematian bisa dua kali lipat dalam berikutnya dua
puluh tahun statistik yang tepat tidak
diketahui karena banyak kasus terjadi di daerah pedesaan di mana orang tidak
memiliki akses ke rumah sakit atau sarana untuk membayar biaya perawatan
kesehatan.. Sebagai akibatnya, sebagian besar kasus tidak memiliki dokumen
resmi.
Meskipun
koinfeksi dengan HIV dan malaria tidak menyebabkan peningkatan angka kematian,
ini adalah kurang dari masalah dibandingkan dengan HIV / TB co-infeksi, karena
dua penyakit yang berbeda biasanya menyerang usia rentang, dengan malaria yang
paling umum pada yang muda dan aktif TB paling umum di lama. Walaupun HIV
/ malaria ko-infeksi menghasilkan gejala yang kurang parah daripada interaksi
antara HIV dan TB, HIV dan malaria. melakukan kontribusi untuk menyebarkan satu
sama lain. Efek ini berasal dari malaria meningkatkan viral load dan
infeksi HIV meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi malaria. Malaria saat ini endemik di pita lebar di sekitar
khatulistiwa, di daerah Amerika, banyak bagian Asia, dan sebagian besar Afrika,
namun, itu adalah di sub-Sahara Afrika di mana 85 - 90% dari kematian malaria terjadi. Distribusi
geografis malaria dalam daerah besar adalah kompleks, dan malaria menderita dan
malaria daerah bebas sering ditemukan dekat satu sama lain. Di daerah kering,
wabah malaria dapat diprediksi dengan akurasi yang wajar dengan curah hujan
pemetaan. Malaria adalah lebih umum di daerah pedesaan daripada di kota;. ini
berbeda dengan demam berdarah di mana daerah perkotaan sekarang risiko lebih
besar.
Sebagai
contoh, beberapa kota di Vietnam, Laos dan Kamboja pada dasarnya bebas malaria,
tetapi penyakit hadir di daerah pedesaan. Sebaliknya, pada malaria Afrika
hadir di daerah pedesaan maupun perkotaan, meskipun risiko lebih rendah di
kota-kota besar.Tingkat endemik malaria global belum dipetakan
sejak 1960-an. Namun, Wellcome Trust, Inggris, telah mendanai Proyek
Malaria Atlas untuk memperbaiki ini, menyediakan sarana yang lebih kontemporer
dan kuat yang dapat digunakan untuk menilai beban penyakit malaria saat ini dan
masa depan. Pada tahun 2010 negara-negara dengan tingkat kematian
tertinggi per 100.000 penduduk adalah Pantai Gading dengan (86,15), Angola
(56,93) dan Burkina Faso (50,66) -. Semua
di Afrika.
Sejarah
Artikel utama: Sejarah malaria
Malaria telah
menginfeksi manusia selama lebih dari 50.000 tahun, dan Plasmodium mungkin
telah patogen manusia untuk seluruh sejarah spesies. Tutup kerabat dari parasit
malaria manusia tetap umum pada simpanse. Beberapa bukti baru menunjukkan bahwa
yang paling strain virulen malaria manusia mungkin telah berasal dari
gorila.
Referensi ke
demam periodik unik malaria ditemukan sepanjang sejarah, dimulai pada 2700 SM
di Cina. Malaria mungkin telah berkontribusi terhadap penurunan Kekaisaran
Romawi, dan begitu meresap di Roma yang dikenal sebagai yang "demam
Romawi" Yang Istilah malaria berasal dari Italia Abad Pertengahan:.. mala
aria - "udara buruk"; penyakit sebelumnya disebut malaria atau demam
rawa karena asosiasinya dengan rawa-rawa dan rawa-rawa. Malaria pernah
umum di sebagian besar Eropa dan Amerika Utara, di mana tidak lagi
endemik, meskipun kasus-kasus yang memang terjadi. Malaria adalah bahaya kesehatan
yang paling penting yang dihadapi oleh pasukan AS di Pasifik Selatan selama
Perang Dunia II, di mana sekitar 500.000 orang itu terinfeksi. Menurut Joseph
Patrick Byrne, "meninggal Enam puluh ribu tentara Amerika malaria selama
Afrika dan Pasifik Selatan kampanye ".
Pencegahan
Upaya awal
pada pencegahan malaria terjadi pada tahun 1896, sebelum nyamuk malaria link
dikonfirmasi di India oleh seorang dokter Inggris, Ronald Ross. Sebuah
wabah malaria 1896 Uxbridge diminta petugas kesehatan, Dr Leonard Putih, untuk
menulis laporan kepada Dewan Negara Massachusetts Kesehatan, yang menyebabkan
studi tentang nyamuk malaria link, dan upaya pertama untuk pencegahan malaria.
Patologi
Negara Bagian Massachusetts Theobald Smith, meminta putra Putih
mengumpulkan spesimen nyamuk untuk analisa lebih lanjut, dan bahwa warga 1)
menambahkan layar untuk jendela, dan 2) menguras koleksi air. Carlos Finlay
juga terlibat dalam penelitian terkait nyamuk, dan teori penyakit nyamuk
ditanggung , di tahun 1880-an di Kuba, mendasarkan karyanya pada studi
Demam Kuning.
Penemuan Parasit
Dr Probert itu
malaria Remedy, "Apakah menyembuhkan menggigil dan demam, dispepsia
& c. Apakah menyembuhkan demam empedu, hati keluhan & c.", c.1881,
New York
Sebuah P. falciparum terus menerus budaya didirikan pada tahun 1976.
Penelitian ilmiah pada malaria membuat kemajuan penting
pertama mereka pada tahun 1880, ketika seorang dokter tentara Perancis bekerja
di rumah sakit militer Konstantin di Aljazair bernama Charles Louis Alphonse
Laveran mengamati parasit untuk pertama kalinya, di dalam sel darah merah dari
orang yang menderita malaria.Dia, oleh karena itu, diusulkan bahwa malaria
disebabkan oleh organisme ini, pertama kali protista sebuah diidentifikasi
sebagai penyebab penyakit. Untuk penemuan ini dan kemudian, ia dianugerahi
Hadiah Nobel untuk 1907 Fisiologi atau Kedokteran.Parasit malaria Plasmodium
disebut oleh para ilmuwan Italia Ettore dan Angelo Celli Marchiafava.
Penemuan
Penularan Nyamuk
Setahun
kemudian, Carlos Finlay, seorang dokter Kuba mengobati pasien dengan demam
kuning di Havana, memberikan bukti kuat bahwa nyamuk menularkan penyakit ke dan
dari manusia. Pekerjaan ini diikuti saran sebelumnya oleh Yosia C. Nott, dan
bekerja oleh Sir Patrick Manson, Bapak Kedokteran Tropis, pada transmisi
filariasis.
Pada bulan
April 1894, seorang dokter Skotlandia Sir Ronald Ross mengunjungi Sir Patrick
Manson di rumahnya di Queen Anne Street, London. Kunjungan ini adalah awal
dari empat tahun kolaborasi dan penelitian tekun yang memuncak dalam 1898
ketika Ross, yang bekerja di Rumah Sakit Presidensi Umum di Calcutta, terbukti
lengkap siklus hidup parasit malaria dalam nyamuk, dengan demikian membuktikan
bahwa nyamuk itu vektor untuk malaria pada manusia. Dia melakukan ini
dengan menunjukkan bahwa spesies nyamuk tertentu menularkan malaria ke
unggas. Ia terisolasi parasit malaria dari kelenjar ludah nyamuk yang
telah diberi burung yang terinfeksi. Untuk pekerjaan ini, Ross menerima 1902
Penghargaan Nobel dalam Kedokteran.
Setelah mengundurkan
diri dari Dinas Medis India, Ross bekerja di Sekolah yang baru didirikan
Liverpool Kedokteran Tropis dan mengarahkan upaya pengendalian malaria di
Mesir, Panama, Yunani dan Mauritius Temuan Finlay dan Ross kemudian
dikonfirmasi oleh. Suatu dewan medis dipimpin oleh Walter Reed pada tahun
1900. Rekomendasi yang dilaksanakan oleh William C. Gorgas dalam kesehatan
langkah-langkah yang dilakukan selama pembangunan Terusan Panama. Karya
ini kesehatan masyarakat menyelamatkan nyawa ribuan pekerja dan membantu
mengembangkan metode yang digunakan di masa depan kesehatan masyarakat kampanye
melawan penyakit.
Tahap
Hati
Shortt dan
Garnham menemukan hati stadium pra-erythrocytic, pertama di P. parasit
cynomolgi primata dan kemudian manusia malarias P. vivax dan P. falciparum. bekerja
lebih lanjut menegaskan transformasi sporozoit dari nyamuk ke dalam bentuk
hati , pada dasarnya menyelesaikan dokumentasi siklus hidup.
Dalam Kultur In Vitro
Kontinyu
sukses pertama dalam budaya malaria in vitro didirikan pada tahun 1976 oleh
William Trager dan James B. Jensen, yang memfasilitasi penelitian biologi
molekuler dari parasit dan pengembangan obat baru.
Sejarah Pengobatan
Pengobatan
efektif pertama untuk malaria berasal dari kulit pohon cinchona, yang berisi
kina. Pohon ini tumbuh di lereng Andes, terutama di Peru. Masyarakat
adat di Peru membuat tinktur kina untuk mengendalikan malaria. Para Yesuit
mencatat kemanjuran praktek dan memperkenalkan pengobatan ke Eropa selama
1640an, di mana ia cepat diterima. Ia tidak sampai 1820 bahwa bahan aktif,
kina, diekstrak dari kulit kayu, terisolasi dan ditunjuk oleh Prancis
kimiawan Pierre Joseph Pelletier dan Joseph Bienaimé Caventou. Pada abad ke-20, klorokuin diganti kina sebagai
pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi baik dan parah sampai resistensi
supervened. Artemisinin, ditemukan oleh ilmuwan Cina pada 1970-an,
sekarang direkomendasikan pengobatan untuk malaria falciparum, diberikan dalam
kombinasi dengan antimalaria lainnya serta pada penyakit yang parah.
Masyarakat Dan Budaya
Malaria bukan
hanya penyakit yang umumnya terkait dengan kemiskinan tetapi juga penyebab
kemiskinan dan hambatan utama bagi pembangunan ekonomi. Daerah tropis yang
paling terpengaruh, namun sejauh malaria terjauh mencapai ke dalam beberapa
zona sedang dengan perubahan musim yang ekstrim. Penyakit ini telah
dikaitkan dengan dampak ekonomi negatif utama pada daerah di mana luas.
Selama abad
ke-20 ke-19 dan awal, itu adalah faktor utama dalam pembangunan ekonomi yang
lambat dari negara-negara selatan Amerika. Sebuah perbandingan rata-rata per
kapita PDB pada tahun 1995, disesuaikan dengan paritas daya beli, antara
negara-negara dengan malaria dan negara tanpa malaria memberikan perbedaan
lima kali lipat ($ 1.526 USD $ 8.268 dibandingkan USD). Di negara-negara
di mana malaria adalah umum, rata-rata per kapita PDB telah meningkat (antara
1965 dan 1990) hanya 0,4% per tahun, dibandingkan dengan 2,4% per tahun di
negara-negara lain.
Kemiskinan
adalah baik sebab dan akibat, namun, karena orang miskin tidak memiliki
kapasitas keuangan untuk mencegah atau mengobati penyakit. Secara
keseluruhan, dampak ekonomi malaria telah diperkirakan biaya Afrika 12000000000
$ USD setiap tahun. Dampak ekonomi mencakup biaya perawatan kesehatan,
hari kerja yang hilang karena sakit, hari hilang dalam pendidikan, penurunan
produktivitas akibat kerusakan otak dari malaria serebral, dan kehilangan
investasi dan pariwisata.
Di beberapa negara
dengan beban malaria berat, penyakit ini dapat menjelaskan sebanyak 40%
dari pengeluaran kesehatan masyarakat, 30-50% dari penerimaan rawat inap, dan
sampai 50% dari kunjungan rawat jalan. Transisi demografis di Afrika adalah lambat dan
malaria dapat memberikan bagian dari jawabannya. Tingkat kesuburan total
paling baik dijelaskan dengan angka kematian anak, yang diukur secara tidak
langsung dengan kematian bayi, dalam sebuah studi tahun 2007. Sebuah studi tentang efek malaria pada IQ dalam sampel
Meksiko menemukan bahwa paparan selama tahun kelahiran untuk pemberantasan
malaria dikaitkan dengan peningkatan IQ. Hal tersebut juga meningkatkan
kemungkinan kerja dalam pekerjaan terampil.
Penulis
menunjukkan bahwa ini mungkin satu penjelasan untuk efek Flynn dan bahwa hal
ini mungkin menjadi penjelasan penting bagi hubungan antara beban malaria
nasional dan pembangunan ekonomi. Sebuah tinjauan literatur dari 44 makalah
yang menyatakan kemampuan kognitif dan kinerja sekolah yang
ditampilkan terjadi penurunan nilai pada sub-kelompok pasien (dengan baik
malaria serebral atau malaria tanpa komplikasi) bila dibandingkan dengan
kontrol sehat.
Studi
membandingkan fungsi kognitif sebelum dan setelah pengobatan untuk penyakit
malaria akut terus menunjukkan kinerja sekolah secara signifikan terganggu dan
kemampuan kognitif bahkan setelah pemulihan. Profilaksis malaria terbukti
meningkatkan fungsi kognitif dan kinerja sekolah dalam uji klinis ketika
dibandingkan dengan kelompok plasebo. April 25 adalah Hari Malaria Dunia.
Obat
Palsu
Palsu canggih
telah ditemukan di beberapa negara Asia seperti Kamboja, Cina, Indonesia, Laos,
Thailand, Vietnam dan merupakan penyebab penting kematian dapat dihindari di
negara-negara. WHO mengatakan bahwa studi menunjukkan bahwa sampai. sampai
40% dari obat malaria artesunat berbasis palsu, terutama di wilayah Greater
Mekong dan telah membentuk sistem peringatan cepat untuk mengaktifkan informasi
tentang obat palsu akan cepat dilaporkan kepada pihak yang berwenang di
negara-negara yang berpartisipasi. Tidak ada cara yang dapat
diandalkan bagi dokter atau orang awam untuk mendeteksi obat palsu tanpa
bantuan dari laboratorium. Perusahaan sedang berusaha untuk memerangi
kegigihan obat palsu dengan menggunakan teknologi baru untuk memberikan
keamanan dari sumber ke distribusi.
Perang
Sepanjang
sejarah, kontraksi malaria (melalui wabah alam serta melalui hukuman dari
penyakit sebagai agen senjata biologis) telah memainkan peran penting dalam
kekayaan penguasa pemerintah, negara-bangsa, personil militer, dan tindakan
militer."Malaria Situs: Sejarah Malaria Selama Perang" alamat dampak
buruk dari malaria di berbagai terkenal konflik, mulai Juni 323 SM Penulis
bahwa situs itu dicatat: "prajurit besar Banyak menyerah terhadap malaria
setelah kembali dari warfront dan kemajuan tentara ke benua itu dicegah oleh
malaria Dalam banyak konflik, lebih banyak tentara tewas oleh malaria dibandingkan
dalam pertempuran.." Centers for Diseasekontrol ("CDC") jejak
sejarah malaria dan dampaknya jauh di belakang, dengan 2700 SM. Pada tahun 1910, Penghargaan Nobel dalam Kedokteran
pemenang Ronald Ross (dirinya selamat malaria), menerbitkan sebuah buku
berjudul The Pencegahan Malaria yang mencakup bab ini: ". Pencegahan
Malaria di Perang" Penulis bab ini, Kolonel CH Melville, Profesor
Kebersihan di Royal Army Medical College di London, membahas peran penting
bahwa malaria secara historis dimainkan selama perang dan menyarankan:
"Seorang petugas medis khusus dipilih harus ditempatkan dalam memimpin
operasi ini dengan eksekutif dan kekuasaan disipliner. Investasi keuangan yang signifikan telah dibuat untuk
mendanai pengadaan yang ada dan membuat baru anti-malaria agen. Selama
Perang Dunia I dan Perang Dunia II, persediaan anti-malaria obat alami, kina
kulit kayu dan kina, terbukti tidak memadai untuk memasok personil militer dan
pendanaan substansial disalurkan ke penelitian dan pengembangan obat dan vaksin
lainnya. Organisasi militer Amerika melakukan inisiatif penelitian
tersebut termasuk Angkatan Laut Pusat Penelitian Medis, Walter Reed Army
Institut Penelitian,
dan US Army Medical Research Institute of Infectious Diseases Angkatan Bersenjata AS.
Selain itu,
inisiatif telah didirikan seperti Pengendalian Malaria di Daerah Perang (MCWA),
didirikan pada 1942, dan penggantinya, Pusat Penyakit Menular (sekarang dikenal
sebagai Pusat Pengendalian Penyakit) yang didirikan pada tahun 1946.Menurut
CDC, MCWA "didirikan untuk pengendalian malaria di sekitar pangkalan
pelatihan militer di selatan Amerika Serikat dan wilayahnya, di mana malaria
masih bermasalah" dan, selama kegiatan ini, untuk "melatih pejabat
kesehatan negara bagian dan lokal departemen dalam teknik pengendalian
malaria dan strategi. " Divisi Malaria CDC melanjutkan misi
tersebut, berhasil mengurangi malaria di Amerika Serikat, setelah organisasi
tersebut fokus diperluas untuk mencakup "pencegahan, pengawasan, dan
dukungan teknis baik domestik maupun internasional."
Upaya Pemberantasan. Beberapa upaya
penting yang dilakukan untuk menghilangkan parasit dari bagian dunia, atau
untuk memberantas itu di seluruh dunia. Pada tahun 2006, organisasi
Malaria No More menetapkan tujuan publik menghilangkan malaria dari Afrika pada
tahun 2015, dan organisasi rencana untuk membubarkan jika tujuan yang dicapai.
Beberapa
vaksin malaria dalam uji klinis, yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
bagi anak-anak di daerah endemik dan mengurangi kecepatan penularan
penyakit. Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria telah
mendistribusikan lebih dari 160 juta kelambu berinsektisida yang dimaksudkan
untuk menghentikan nyamuk-lahir transmisi malaria. Menurut direktur Inder Singh, yang berbasis di AS
Clinton Foundation telah mengurangi biaya obat untuk mengobati malaria sebesar
60%, dan bekerja lebih mengurangi penyebaran penyakit. Upaya-upaya lain,
seperti fokus Malaria Atlas Proyek menganalisis informasi iklim dan cuaca yang
diperlukan untuk secara akurat memprediksi penyebaran malaria berdasarkan
ketersediaan habitat malaria membawa parasit.
Penelitian
Dengan
terjadinya obat parasit Plasmodium resisten, diperlukan strategi baru untuk
memerangi penyakit meluas. Salah satu pendekatan tersebut terletak pada
pengenalan sintetis piridoksal-amino asam adduct, yang disalurkan ke
parasit. Jadi, terjebak pada fosforilasi oleh plasmodial PdxK (pyridoxine
/ piridoksal kinase), proliferasi parasit Plasmodium secara efektif terhalang
oleh senyawa novel tanpa merugikan sel-sel manusia.
DAFTAR PUSTAKA
1) Prothero,
R. Mansell (Juni 1999). "Malaria, Hutan dan Masyarakat di Asia
Tenggara".Singapura Jurnal Geografi Tropis 20 (1): 76-85. doi:
10.1111/1467-9493.00044
2) Bruce-Chuvatt
LJ (Juli 1981). "Penemuan Alphonse Laveran yang 100 tahun lalu dan
melawan global saat ini terhadap malaria". R Soc Med J 74 (7):
531-6. PMC 1439072.PMID 7021827
3) Ab
Sutherland, CJ; Tanomsing, N.; Nolder, D.; Oguike, M.; Jennison, C.;
Pukrittayakamee, S.; Dolecek, C.; Hien, TT et al. (2010). "Dua
Sympatric Bentuk Nonrecombining dari Malaria ParasitePlasmodium Manusia
ovaleOccur global". The Journal of Infectious Diseases 201 (10):
1544-1550. doi: 10.1086/652240. PMID 20380562. Mengedit
4) Fong
YL, Cadigan FC, Coatney GR (1971). "Kasus dugaan alami malaria
Plasmodium knowlesi pada manusia di Malaysia". Trans. R.
Soc. Trop. Med. Hyg. 65 (6): 839-40. doi:
10.1016/0035-9203 (71) 90103-9. PMID 5003320
5) Singh
B, Kim Sung L, Matusop A et al. (Maret 2004). "Fokus besar yang
diperoleh secara alami infeksi Plasmodium knowlesi pada
manusia". Lancet 363 (9414): 1017-24. doi: 10.1016/S0140-6736
(04) 15836-4. PMID 15051281
6) Kilama
W, Ntoumi F (Oktober 2009). "Malaria: agenda penelitian untuk era
pemberantasan". Lancet 374 (9700): 1480-2. doi:
10.1016/S0140-6736 (09) 61884-5.PMID 19880004
7) Dondorp
PM, Hari NP (Juli 2007). "Perlakuan terhadap malaria
berat". Trans. R. Soc.Trop. Med. Hyg. 101 (7):
633-4. doi: 10.1016/j.trstmh.2007.03.011. PMID 17434195
8) Dondorp
PM, Fanello CI, Hendriksen IC dkk. (November 2010). "Artesunat
dibandingkan kina dalam pengobatan malaria falciparum berat pada anak-anak
Afrika (AQUAMAT): open-label, uji coba secara acak". Lancet 376 (9753):
1647-57. doi: 10.1016/S0140-6736 (10) 61924-1. PMC 3033534. PMID
21062666
9) Wellems
TE (Oktober 2002). "Plasmodium resistensi klorokuin dan pencarian
untuk obat antimalaria pengganti". Ilmu 298 (5591): 124-6. doi:
10.1126/science.1078167.PMID 12364789
10) Phillips,
Nicky (September 26, 2010). "Gorila di tengah-tengah misteri
malaria".Sydney Morning Hearld. Diperoleh September 28, 2010