BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Hipertensi seringkali
disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit
yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap
gangguan biasa, sehingga korbannya terlambat menyadari akan datangnya penyakit
(Sustrani, 2006).
Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
serius, karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya
stroke (perdarahan otak), penyakit
jantung koroner, dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi
sistolik terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya
kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun
tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension).
Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering
terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada
orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun
kombinasi sistolik dan diastolik
merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih
merupakan faktor risiko utama untuk
stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya diperkirakan
lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda (Kuswardhani, 2007)
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini
adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,
terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan
daya penyesuaian diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak dapat lagi
mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi aliran yang lancar. Hasilnya
adalah gelombang denyut yang tidak terputus dengan puncak yang tinggi
(sistolik) dan lembah yang dalam (diastolik) (Wolff , 2008).
Prevalensi
HST adalah sekitar berturut-turut 7%, 11%, 18% dan 25% pada kelompok umur
60-69, 70-79, 80-89, dan diatas 90 tahun. HST lebih sering ditemukan pada
perempuan dari pada laki-laki. Pada penelitian di Rotterdam, Belanda ditemukan:
dari 7983 penduduk berusia diatas 55 tahun, prevalensi hipertensi (160/95mmHg)
meningkat sesuai dengan umur, lebih tinggi pada perempuan (39%) dari pada
laki-laki (31%). Di Asia, penelitian di kota Tainan, Taiwan menunjukkan hasil
sebagai berikut: penelitian pada usia diatas
tahun dengan kriteria hipertensi berdasarkan The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High
Bloodpressure (JNC
VI),ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 60,4% (laki-laki 59,1% dan
perempuan 61,9%), yang sebelumnya telah terdiagnosis hipertensi adalah 31,1%
(laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%), hipertensi yang baru terdiagnosis adalah
29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%). Pada kclompok ini, adanya riwayat keluarga
dengan hipertensi dan tingginya indeks masa tubuh merupakan faktor risiko
hipertensi (Kuswardhani, 2007).
Hipertensi masih menjadi masalah
kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai hasil pembangunan yang pesat dewasa ini
dapat meningkatkan umur harapan hidup, sehingga jumlah lansia bertambah tiap
tahunnya, peningkatan usia tersebut sering diikiuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan
lain pada kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang
sering dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah.2005).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di
seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap
hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap
hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara
sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007).
Umur Harapan
Hidup (UHH, proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun 1980
sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat menjadi 9,37% dan
diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan meningkat menjadi 12%, serta UHH
meningkat menjadi 65-70 tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur
penduduk Indonesia bergerak ke arah struktur penduduk yang semakin menua
(ageing population). Peningkatan UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia)
yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit
infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit menular mengalami
penurunan, sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan.
Penyakit tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama
dengan faktor risiko yang sama (common underlying risk faktor) seperti kardiovaskuler,
stroke, diabetes mellitus, penyakit paru obstruktif kronik, dan kanker
tertentu. Faktor risiko tersebut antara lain mengkonsumsi tembakau, konsumsi
tinggi lemak kurang serat, kurang olah raga, alkohol, hipertensi, obesitas,
gula darah tinggi, lemak darah tinggi
Berdasarkan
hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, di kalangan penduduk
umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita menderita
hipertensi, 0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke, 1,2% diabetes,
1,3% laki-laki dan 4,6% wanita mengalami kelebihan berat badan (obesitas), dan
yang melakukan olah raga 3 kali atau lebih per minggu hanya 14,3%. Laki-laki
umur 25-65 tahun yang mengkonsumsi rokok sangat tinggi yaitu sebesar 54,5%, dan
wanita sebesar 1,2%.
Berdasarkan
hasil survei kesehatan pada tahun 2011, di Pedukuhan Krajan, Kecamatan Kalasan,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta terdapat 54 lanjut usia dan 23 (46%) diantaranya
menderita hipertensi.
B.
TUJUAN PENYULUHAN
a.
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan masyarakat di
Pedukuhan Krajan,
Kecamatan Kalasan, Kabupaten
Sleman,
Yogyakarta tentang
hipertensi.
b.
Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya lansia tentang hipertensi,
khususnya :
a.
Hipertensi
Ø Pengertian hipertensi
Ø Etiologi hipertensi
Ø Jenis hipertensi
Ø Patofisiologi
Ø Klasifikasi hipertensi
b. Gejala hipertensi
c. Faktor resiko yang mempengaruhi
hipertensi
d. Komplikasi hipertensi
e. Pencegahan hipertensi
f. Makanan yang diperbolehkan
g. Makanan yang tidak diperbolehkan
C.
MANFAAT PENELITIAN
a.
Bagi Masyarakat
1) Memberikan pengetahuan mengenai
pentingnya pemantauan imformasi kesehatan dan penyakit hipertensi
2) Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya
pemantauan hipertensi pada lanjut usia
sehingga dapat dikontrol apabila terjadi masalah dengan penyakit
hipertensi khususnya
b.
Bagi Institusi
1) Memberikan masukan dalam hal
pemantauan hipertensi pada lanjut usia. Di Pedukuhan
Krajan
2) Dapat dijadikan pedoman dalam
menentukan kebijakan program penyakit hipertensi untuk golongan lanjut usia.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. HIPERTENSI
a.
Pengertian Hipertensi
Hipertensi
atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006).
Hipertensi
atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin
(Marliani, 2007).
Hipertensi
dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).
b.
Etiologi
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada
orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
a.
Elastisitas
dinding aorta menurun
b.
Katub
jantung menebal dan menjadi kaku
c.
Kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun,
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
d.
Kehilangan
elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e.
Meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer
Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua. Yang pertama
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Yang kedua hipertensi
sekunder, disebabkan kelainan ginjal dan kelainan kelenjar tiroid. Yang banyak
terjadi adalah hipertensi primer, sekitar 92-94% dari kasus hipertensi. Dengan
kata lain, sebagian besar hipertensi tidak dapat dipastikan penyebabnya
(Marliani, 2007).
c.
Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai
penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih sering dijumpai terkait dengan
penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes melitus. Berdasarkan
penyebabnya, hipertpensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Yaitu
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (Gunawan, 2001). Sebanyak 90-95
persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa
penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai tuduhan utama, setelah itu
banyak faktor lain yang mempengaruhi, dan para pakar juga menemukan hubungan
antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko untuk juga
menderita penyakit ini. Faktor- faktor lain yang dapat dimasukkan dalam daftar
penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan,dan faktor yang meningkatkan
resikonya seperti obesitas, konsumsi alkohol, dan merokok.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu
hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain (Gunawan, 2001). Pada 5-10 persen
kasus sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu gangguan hormonal,
penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh darah atau berhubungan
dengan kehamilan. Garam dapur akan memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor
penyebab.
d. Patofisiologi
Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor,
pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi
perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer
bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rohaendi, 2008).
e.
Klasifikasi Hipertensi
a.
Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health Organization) dalam
Rohaendi (2008):
1)
Tekanan
darah normal, yakni tekanan sistolik
kurang atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau
sama dengan 90 mmHg.
2)
Tekanan
darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan
diastoliknya 90-94 mmHg
3)
Tekanan
darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
b.
Menurut Salma Elsanti (2009),
klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Tekanan sistolik:
1)
< 119 mmHg : Normal
2)
120-139 mmHg : Pra hipertensi
3)
140-159 mmHg : Hipertensi derajat 1
4)
> 160 mmHg : hipertensi derajat 2
Tekanan diastolik
1) < 79 mmHg : Normal
2) 80-89 mmHg : pra hipertensi
3) 90-99 mmHg : hipertensi derajat 1
4) >100mmHg : hipertensi derajat 2
Stadium 1: Hipertensi ringan (140-159
mmHg 90-99 mmHg)
Stadium 2: Hipertensi sedang (160-179
mmHg 100-109 mmHg)
Stadium 3: Hipertensi berat (180-209
mmHg 110-119 mmHg)
B. GEJALA
HIPERTENSI
Hipertensi
sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus.
Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala
yang mudah diamati antara lain yaitu :
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak napas
i. Rasa berat ditengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan ( keluar darah dari hidung).
C. FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI HIPERTENSI
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang
mempengaruhi hipertensi yang dapat atau
tidak dapat dikontrol, antara lain:
a.
Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:
1)
Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi
pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit
kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita
yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon
estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami,
yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin
wanita sekitar 56,5%. (Anggraini dkk, 2009).
Hipertensi lebih banyak terjadi
pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang
wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon
setelah menopause (Marliani, 2007).
2)
Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari
orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani
secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai
menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi
pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada
wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini
adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama,
terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan
daya penyesuaian diri.
Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi
dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar
50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan
bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi
3)
Keturunan (Genetik)
Adanya
faktor genetik pada keluarga tertentu
akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal
ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya
rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan
hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi
esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009).
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa Tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam
keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan
darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya
selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka
peluang anda untuk terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.
b.
Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:
1)
Obesitas
Pada usia pertengahan ( + 50 tahun )
dan dewasa lanjut asupan kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi
karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu timbulnya
berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak,
dapatdilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang kemudian
disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai
berikut:
Berat
Badan (kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x
Tinggi Badan (m)
IMT berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit jantung dan
pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau
Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan
gambaran tentang resiko kesehatan yang berhubungan dengan berat badan. Marliani
juga mengemukakan bahwa penderita hipertensi sebagian besar mempunyai berat
badan berlebih, tetapi tidak menutup kemungkinan orang yang berat badanya
normal (tidak obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dibandingkan
dengan berat badannya normal. (Marliani,2007).
2) Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung
sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih
berat karena adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko
tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk.
Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan
otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin
keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak
arteri. Latihan fisik berupa
berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga
jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi, jantung atau
masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan.
Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita yang
kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik dapat menurunkan
sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) faktor penting
penyebab pergeseran arteri (Rohaendi, 2008).
3)
Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan
peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan
insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S
Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap
28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok
perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus
diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini
yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
4)
Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar yodium yang direkomendasikan adalah tidak
lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. (Wolff, 2008).
5)
Minum alkohol
Banyak penelitian
membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ-organ lain, termasuk
pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6)
Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi
meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7)
Stress
Hubungan
antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis
peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak
menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap
tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini dkk, (2009) menagatakan Stress akan meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas
saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas
sosial, ekonomi, dan karakteristik personal
D.
KOMPLIKASI
HIPERTENSI
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan jantung
bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah
berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung
dua kali dan meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang
yang tidak mengalami hipertensi.
Selain itu hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung,
gangguan pada ginjal dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi
dapat mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi kognitif
dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya yang berupa
kematian mendadak.
a.
Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah
lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama di
jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri
yang mengeras ini.
b.
Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi
dimana jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi
ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau system listrik jantung.
c.
Stroke
Hipertensi
adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah.
Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak
yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari
gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.
d.
Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan
dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai
penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan
tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali
kedarah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e.
Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat
menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata
menjadi kabur atau kebutaan.
E.
PENCEGAHAN
HIPERTENSI
Agar terhindar dari komplikasi fatal
hipertensi, harus diambil tindakan pencegahan yang baik (stop High Blood Pressure), antara lain menurut bukunya (Gunawan,
2001),dengan cara sebagai berikut:
a.
Mengurangi
konsumsi garam.
Pembatasan
konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam dapur untuk diet setiap
hari.
b.
Menghindari
kegemukan (obesitas).
Hindarkan
kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b) normal atau tidak
berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan lebih 10% dari berat
badan normal.
c.
Membatasi
konsumsi lemak.
Membatasi
konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi.
Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan
kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama kelamaan, jika endapan kolesterol
bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan
demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah
hipertensi.
d.
Olahraga
teratur.
Menurut
penelitian, olahraga secara teratur dapat meyerap atau menghilangkan endapan
kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang dimaksud adalah latihan
menggerakkan semua sendi dan otot tubuh (latihan isotonik atau dinamik),
seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda. Tidak dianjurkan melakukan olahraga
yang menegangkan seperti tinju, gulat, atau angkat besi, karena latihan yang
berat bahkan dapat menimbulkan hipertensi.
e.
Makan
banyak buah dan sayuran segar.
Buah
dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak
mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan darah.
f.
Tidak
merokok dan minum alkohol.
g.
Latihan
relaksasi atau meditasi.
Relaksasi
atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan jiwa. Relaksasi
dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan otot tubuh sambil
membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan menyenangkan. Relaksasi dapat pula
dilakukan dengan mendengarkan musik, atau bernyanyi.
h.
Berusaha
membina hidup yang positif.
Dalam
kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan atau tantangan
yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress (ketegangan) bagi setiap orang.
Jika tekanan stress terlampau besar sehingga melampaui daya tahan individu,
akan menimbulkan sakit kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul
hipertensi. Agar terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha
membina hidup yang positif. Beberapa cara untuk membina hidup yang positif
adalah sebagai berikut:
1)
Mengeluarkan
isi hati dan memecahkan masalah
2)
Membuat
jadwal kerja, menyediakan waktu istirahat atau waktu untuk kegiatan santai.
3) Menyelesaikan
satu tugas pada satu saat saja, biarkan orang lain menyelesaikan bagiannya.
4)
Sekali-sekali
mengalah, belajar berdamai.
5)
Cobalah
menolong orang lain.
6)
Menghilangkan
perasaan iri dan dengki.
F.
MAKANAN YANG DI PERBOLEHKAN
1. Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium
yang sangat baik. Tidak hanya melindungi dari penyakit jantung, tetapi juga
dapat mengurangi tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat
melindungi tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein)
dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke.
2. Kacang-kacangan
Kacang-kacangan,
seperti kacang tanah, almond, kacang merah mengandung magnesium dan potasium.
Potasium dikenal cukup efektif menurunkan tekanan darah tinggi.
3. Pisang
Buah
ini tidak hanya menawarkan rasa lezat tetapi juga membuat tekanan darah lebih
sehat. Pisang mengandung kalium dan serat tinggi yang bermanfaat mencegah
penyakit jantung. Penelitian juga menunjukkan bahwa satu pisang sehari cukup
untuk membantu mencegah tekanan darah tinggi.
4. Kedelai
Banyak
sekali keuntungan mengonsumsi kacang kedelai bagi kesehatan Anda. Salah satunya
dalah menurunkan kolesterol jahat dan tekanan darah tinggi. Kandungan
isoflavonnya memang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
5. Kentang
Nutrisi
dari kentang sering hilang karena cara memasaknya yang tidak sehat. Padahal
kandungan mineral, serat dan potasium pada kentang sangat tinggi yang sangat
baik untuk menstabilkan tekanan darah.
6. Coklat pekat
Pecinta
cokelat pasti akan senang, karena kandungan flavonoid dalam cokelat dapat
membantu menurunkan tekanan darah dengan merangsang produksi nitrat
oksida. Nitrat oksida membuat sinyal otot-otot sekitar pembuluh darah untuk
lebih relaks, dan menyebabkan aliran darah meningkat.
G. MAKANAN
YANG TIDAK DI PERBOLEHKAN
1. Roti,
kue yang dimasak dengan garam dapur atau soda.
2. Ginjal,
hati, lidah, sardin, keju, otak, semua makanan yang diawetkan dengan
menggunakan garam dapur; seperti daging asap, ham, ikan kaleng, kornet, dan
ebi.
3. Sayuran
dan buah yang diawetkan dengan garam dapur; seperti sawi asin, asinan, acar.
4. Garam
dapur, soda kue, baking
powder , MSG (penyedap rasa).
5. Margarin
dan mentega biasa.
6. Bumbu
yang mengandung garam dapur yaitu terasi, kecap, saus tomat, petis, tauco.
Keterangan:
Makanan nomor 1, 3, 4, 6 adalah pangan yang mengandung
garam (terutama mengandung ion natrium atau Na+). Ion natrium yang
tinggi dalam darah dapat meningkatkan kandungan air sehingga kerja jantung
meningkat dan dapat meningkatkan tekanan darah.
Sedangkan makanan nomor 2, 5, adalah pangan yang
mengandung lemak/minyak dan kolesterol tinggi. Konsumsi lemak dan minyak yang
tinggi akan meningkatkan kandungan kolesterol dalam darah (terutama pangan
dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi). Kolesterol yang tinggi dalam darah dapat
menyebabkan timbulnya penyumbatan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi
tinggi (hipertensi).
BAB III
PELAKSANAAN PENYULUHAN
A. WAKTU
Hari/tgl : senin, 9 juli 2012
Pukul : 16.00 WIB
B.
TEMPAT
Pedukuhan Krajan, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta
C. SASARAN
Para lansia di Pedukuhan Krajan, Kecamatan Kalasan,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta
D. MATERI
1.
Hipertensi
a.
Pengertian
Hipertensi
b.
Etiologi
c.
Jenis
Hipertensi
d.
Patofisiologi
e.
Klasifikasi
Hipertensi
2.
Gejala
Hipertensi
3.
Factor
Resiko Yang Mempengaruhi
a.
Factor
Resiko Yang Tidak Dapat Di Control
b.
Factor
Resiko Yang Dapat Di Control
4.
Komplikasi
Hipertensi
5.
Pencegahan
Hipertensi
E. METODE
YANG DI GUNAKAN
Diskusi Dan Tanya Jawab
F. ALAT
PERAGA
Leaflet Dan Poster
G. EVALUASI
1.
Bentuk Evaluasi
2.
Jumlah
a.
Pre-Test :...............................................(54
Orang)
b.
Post-Test :...............................................(54
Orang)
DAFTAR PUSTAKA
Senam hipertensi ini apakah hanya untuk lansia aja min? dan apakah juga pakai baju senam juga ? thx ya min :)
BalasHapusnmpang share iy..
BalasHapushahaha
BalasHapus