KATA PENGANTAR
Sesuai dengan undang-undang No.1 tahun
1970 mengenai kesehatan dan keselamatan kerja dan mengingat bahwa di
laboratorium/ruang praktikum pada program studi teknik kesehatan gigi (PSTKG)
berresiko untuk terjadinya gangguan kesehatan lingkungan dan keselamatan
kerja,serta dalam upaya meningkatkan perlindungan maupun pelestarian lingkungan
dalam segala aktivitas ,maka dibutuhkan tindakan pencegahan.Berkaitan dengan
hal tersebut diatas,maka di perlukan pedoman pelaksanaan kesehatan dan keselamatan
kerja maupun penyediaan saranya .Pedoman pelaksanaan K3 ini disusun dan
ditujukan khususnya untuk kepentingan dosen ,mahasiswa dan karyawan di lingkungan
PSTKG dengan tujuan untuk memastikan komitmen PSTKG dalam hal penerapan K3 bisa
terlaksana secara rutin dan berkerlanjutan .Untuk itu seluruh dosen,mahasiswa
dan karyawan maupun pihak-pihak terkait diwajibkan melaksanakan dan mentaati
ketentuan-ketentuan standar K3 yang disyaratkan dalam buku pedoman ini,dengan
demikian pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Undang-undang dasar 1945
pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa “setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.”Yang dimaksud pekerjaan dan penghidupan
yang layak adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi,yang memungkinkan pekerja
berada dalam kondisi selamat dan sehat,bebas dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.Penghidupan yang layak adalah hidup sebagaiman layak
manusia,penghasilan dapat memenuhi kebutuhan hidup layak setiap hari sehingga
tingkat kesejahteraannya dapat terpenuhi sesuai dengan harkat dan martabat
sebagai manusia.
K3 merupakan salah satu
aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus melindungi asset perusahan.hal ini
tercermin dalam pokok-pokok pikiran dan pertimbangan yang dikeluarkannya undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan
atas keselamatan dalam melakukan setiap pekerjaan,dan setiap orang lainnya yang
berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya serta setiap sumber
produksi perlu di pakai dan dipergunakan secara aman dan efesien,sehingga proses produksi berjalan
lancar.Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan prasyarat adanya lingkungan
kerja yang sehat dan aman bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitarnya.Pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam proses industri dapat menimbulkan resiko
kecelakaan,peledakan,kebakaran,penyakit akibat kerja dan pencemaran
lingkungan.Pengalaman menujukan bahwa setiap kecelakaan selalu mengakibtakan
kerugian yang bersifat ekonomi,penderitaan korban dan keluarganya serta
masyarakat umum.
Pemerintah berkepentingan
untuk menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha bagi masyarakat,melalui
pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja guna mencegah dan
mengurangi kecelakaan,penyakit akibat kerja,peledakan,kebakaran dan pencemaran
lingkungan.Oleh sebab itu pemerintah khususnya Depnaker ,mengatur dan mengawasi
pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.Yang diatur dalam UU no.1 tahun
1970 adalah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja baik didarat,di
permukaan air maupun di udara,yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia.
B.
PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan penjelasan di
atas,maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana
peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah
kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
C.
TUJUAN
1. TUJUAN
UMUM
Ø
Memelihara
dan meningkatkan derajat masyarakat kerja di semua lapangan pekerjaan ke
tingkat yang setinggi-tingginya baik fisik,mental,maupun kesehatan sosial.
2. TUJUAN
KHUSUS
Ø
Terbentuknya
dan terbukanya unit organisasi Pembina dan pelaksana kesehatan dan keselamatan
kerja di Rumah Sakit melalui kerjasama lintas program dan lintas
unit/instalasi.
Ø
Meningkatnya
kualitas pelayanan kesehatan kerja paripurna untuk masyarakat pekerja di Rumah
Sakit.
Ø
Terpenuhinya
syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja di berbagai jenis pekerjaan di Rumah
Sakit.
Ø
Meningkatnya
kemampuan masyarakat pekerja di Rumah Sakit dalam menolong diri sendiri dari
ancaman gangguan dan resiko kesehatan dan keselamatan kerja.
Ø
Meningkatnya
profesionalisme di bidang kesehatan dan keselamtan kerja bagi para
Pembina,pelaksana,penggerak dan pendukung program kesehatan kerja di Rumah Sakit.
Ø
Terlaksana
system informasi kesehatan kerja dan jaringan pelayanan kesehatan kerja di Rumah
Sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA
1.
Defenisi
K3 adalah kondisi dan factor yang
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pegawai atau pekerja lain(termasuk dalam
pekerja sementara).Pengunjung atau orang lain didaerah kerja.Dalam K3 terdapat
beberapa istila antara lain:
Ø
Organisasi
adalah unit kerja/atau unit kegiatan lainnya di lingkungan PSTKG yang memiliki
tugas dan administrasinya sendiri.
Ø
Manjemen
puncak adalah seseorang yang memiliki wewenang dan tanggungjawab tertinggi
dalam organisasi.
Ø
Kinerja
K3 adalah hasil yang dapat diukur dari resiko K3 pada suatu manajemen
organisasi.
2.
Manfaat
Agar masyarakat lebih memahami tentang
meningkat dan berkembangnya kasus keselamatan dan kesehatan kerja yang terjadi
di Indonesia.selain itu juga perusahan harus memiliki jamsotek agar terjaminnya
keselamatan dan kesehatan kerja.
B.
CONTOH KASUS KECELAKAAN
KERJA
1. PESAT, PENINGKATAN KEPESERTAAN
JAMSOSTEK DI DKI JAKARTA
Kepersetaan program jaminan social
tenaga kerja social (JAMSOTEk) di provinsi DKI Jakarta dalam empat tahun
terakhir (2005-2008) bertendensi meningkat pesat.Jika pada tahun 2005 baru
485.218 pekerja dilindungi program jamsotek,pada akhir 2008 mencapai 771.269
pekerja dengan akumulasi penerimaan iuran mencapai Rp 4,46 triliun. Peningkatan itu menunjukkan
kian tingginya kesadaran pekerja, pengusaha, serta dukungan penuh jajaran
pemprov DKI dalam implementasi program Jamsostek sebagai bentuk perlindungan
dasar bagi pekerja. “Program Jamsostek menjadi
signifikan bagi pekerja dan pengusaha dalam mendapatkan jaminan social, terutama
ketika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun risiko-risiko akibat
pemutusan hubungan kerja. Pemprov DKI Jakarta juga telah menunjukkan komitmen
dan dukungan penuh bahwa program Jamsostek merupakan bagian (ownership) dari
program pemerintah provinsi dalam mensejahterakan masyarakat,” kata kakanwil PT
JAmsostek (Persero) DKI Jakarta, Agus Supriyadi, dalam keterangan pers di
Jakarta, kamis, (26/2). Pada kesempatan itu, Agus didampingi wakakanwil,
Soetrisno Firdaus, dan Kabag Pengendalian
Operasi Rilexiya Suryaputra.
Tren peningkatan kepesertaan Program
Jamsostek di DKI Jakarta, lanjut Agus, mulai terlihat tergerak naik pada tahun
2007 mencapai 584.036 pekerja, padahal pada tahun 2006 hanya 479.736 pekerja.
“Jadi tahun 2007 dan 2008 merupakan titik balik pertumbahan kepesertaan program
Jamsostek di DKI Jakarta, dan ini tidak bisa dipungkiri berkat ownership dan
sinergi dengan jajaran Pemprov DKI Jakarta dalam menggugah kesadaran (Awarness)
pekerja dan pengusaha tentang pentingnya program Jamsostek,” papar Agus, mantan
Kadiv Operasi PT Jamsostek (Persero) ini. Peningkatan
kepesertaan program Jamsostek di DKI Jakarta juga terlihat pada laju
pertumbuhan perusahaan yang mendaftar, dari 2.505 perusahaan pada tahun 2005,
terus bergerak naik 2.749 pada 3006, dan tumbuh tajam pada ahun 2007 menjadi
3.308 perusahaan, kemudian bergerak tumbuh mencapai 4.289 per 31 Desember2008.
Agus menambahkan, peningkatan pesat
kepesertaan program Jamsostek di DKI Jakarta juga terjadi dalam program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Kondisi ini mengindikasikan adanya pergeseran
paradiga pengusaha dalam memberikan jaminan kesehatan bagi pekerjanya, dengan
mengutamakan pola managed health care
seperti yang diterapkan Jamsotek. PAda tahun 2005 pekerja yang terdaftar dalam
program JPK baru 60.453 pekerja, terus meningkat menjadi 81.607 pada 2006,
kemidian mencapai 110.225 pada 2007, dan tercatat 156.774 pekerja per 31
Desember 2008.
2. Pembayaran
Jaminan
Seiring peningkatan pesat kepesertaan
Jamsostek, Agus mengemukakan nilai pembayaran klaim jaminan dari pekerja
peserta program Jamsostek juga mengalami kenaikan. Klaim Jaminan Hari Tua
(JHT), yang dibayarkan selama 2008 mencapai Rp 1,3999 triliun mencakup 136.388
kasus, meliputi 85,64% kasus PHK dengan kepesertaan 5 tahun, 9,84% memasuki
usia pensiun 55 tahun, sisanya sebagian kecil akibat meninggal dunia dan
menjadi PNS. “Klaim
JHT akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan masa kepesertaan 5 tahun masih
cukup tinggi, namun relative turun dibanding tahun 2007 yang mencapai 88,06%
dari total klaim JHT. Kami prediksi dalam tahun 2009 ini sebagian konsekuensi
perpendekan masa masa tunggu dari 6 bulan menjadi 1 bulan sesuai PP 01/2009,
klaim JHT dengan masa kepesertaan 5 tahun kemungkinan meningkat. Apalagi korban
PHK sebagai dampak krisis financial global cenderung bertambah,” ujar Agus.
Mengwnai pembyaran klaim Jminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Agua mengungkapkan selama 2008 mencapai 9.888 kasus
senilai Rp 69.898 miliar. Sedangkan pembayaran klaim Jaminan Kematian (JKM) mencapai
2.857 kasus senilai Rp. 31,428 miliar. “Dalam tahun 2008 lalu kasus-kasus
kecelakaan kerja relative tinggi mencapai 824 kasus per bulan,atau sekitar 33
kasus per hari. Data ini mangindikasikan bahwa implementasi K3 (Keselamatan dan
Keselamatan Kerja) perlu terus dioptimalkan sehingga tercapai zero accident. Kami akin masih banyak
kasus-kasus kecelakaan kerja lainnya namun tidak terekspos karena pekerjaannya
belum dilindungi program Jamsostek.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan
kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jamani maupun rohani tenaga karja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungknan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) tidak dapat
dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan
pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di
lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengkibatkan meningkatnya tuntutan yang
lebih tinggi dalam mencegah terjadinya keelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No. 14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No. 12
tahun 2003 tentang tenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No. 13 tahun 2003, dinyatakan bahwa
setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan
harkat dan martabat serta niai-nilai agama.
Unuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka
dikeluakanlah peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBI
No. 406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah unang-undang No. 1 tahun 1970
tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara,
yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan
kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, pedagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang
produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun
pada pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh karena
itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3 yang ada di
masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra sosial guna
membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.
Sebab-sebab
kecelakaan
Kecelakaan tidak terjadi
begitu saja, kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah atau kondisi yang
tidak aman. Kelalaian sebagai sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari
teknik keselamatan. Ada pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti
kegagalan dalam melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal tersebut
menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan kondisi kelalaian
dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang berbahaya
ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak sebanding, peralatan
yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi, seperti helm dan gudang
yang kurang baik.
Diantara tindakan yang kurang aman salah satunya
diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan menggunakan peralatan
keselamatan, mengoperasikann pelindung mesin mengoperasikan tanpa izin atasan,
memakai kecepatan penuh, menambah daya dan lain-lain. Dari hasil analisa
kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena mereka lalai ataupun kondisi
kerja yang kurang aman, tidak hanya satu saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi
untuk tingkat efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan
keselamatan.
1. Faktor-faktor
kecelakaan
Studi kasus menunjukkan hanya proporsi
yang kecil dari pekeja sebuah industry terdapat kecelakaan yang cukup banyak.
Pekerja pada industry mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk
mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang
menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun, pelatihan yang diberikan
kepada pekerja haus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan
kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi
pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara
kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau kecelakaan salah satu yang
besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu
faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya.
Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan
berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat
pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun
pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah
kecelakan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
2. Masalah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kinerja(performen) setiap
petugaskesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen
kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang
dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi
maka bias dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimblkan
masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang
pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a)
Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat
pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil
penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori
protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk
bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan
kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih diisi oleh petugas
kesehatan dan nnon kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk
dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut
masalah PHK dan kecelakaan kerja.
b)
Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa
pelayanan kesehatan maupunyang bersifat teknis beroperasi 8-24 jam sehari,
dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya
pola kerja bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
manyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada
bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara
lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah,
yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban
psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.
c)
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak
memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan
Kecelakaan Kerja, Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
B. Peran
Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan
kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan
kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau
negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar
dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di Negara maju banyak pakar tentang
kesehatan dam keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang
berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi
ini kita harus mengikuti trend yang
ada di Negara maju. Dalam hal penaganan kesehatan pekerja, kitapun harus
mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di
pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal
yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan
baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi)
nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan
yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi
pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Diharapkan diseiap kawasan industry akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat
rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan
meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan
dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada
penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi
bersama.
Kecelakaan kerja adalah
salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam
perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai
dengan UU dan peraturan pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk
menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus
dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar
pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan
kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No. 13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan
Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja no.
05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagai suatu system
program yang dibuat bagi para pekerja atau pengusaha,kesehatan dan keselamatan
kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali
dengan cara mengenali hal-hal yang berpontensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja,dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian. Tujuan
dari dibuatnya system ini adalah untuk mengurangi system ini adalah untuk
mengurangi biaya perusahan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat
hubunga kerja.
Peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan
kerja adalah dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi
pemeriksaan awal,pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus. Untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit pada tempat kerja dapat dilakukan dengan
penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
B.
SARAN
1. Untuk pemerintah agar lebih
melihat berbagai kepincangan-kepincangann bagi para kaum buruh agar memperoleh
perlindungan dan keselamatan kerja.
2. Bagi kaum buruh agar lebih
berhati-hati dalam menjalankan pekerjaan agar tidak terjadi kecelakaan kerja.
3. Pemerintah hendaknya
menyediakan sarana dan prasarana yang memedai untuk kaum buruh untuk
memperkecil tidak terjadinya kasus kecelakaan kerja.
4. Pemerintah hendaknya
memperdayakan badan-badan K3 yang ada dalam masyarakat.
5. Bagi kita selaku mahasiswa
kesehatan hendaknya berperan langsung dalam penanganan berbagai kasus
kecelakaan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. Poerwanto,Helena dan
Syaifullah.hukum Perburuan bidang
kesehatan dan keselamatan kerja.jakarta:Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia,2005.
2. Indonesia.Undang-Undang
Nomor 1Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Indonesia.Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenga kerja.
4. Silalahi,bennet N.B. dan
Silalahi,Rumondong.1991.Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.(s1):Pusataka
Binaman Pressindo.
5. Suma”mur.1991.Higene
perusahan dan Keshatan Kerja.Jakarta:Haji Masagung.
6. Sum”mur.1985.Keselamatan
Kerja dan pebcegahan kecelakaan.Jakarta:Gunung Agung,1985
7. …………………,1990.Upaya
kesehatan kerja sector informal di Indonesia.(s.):Direktorat Bina Peran
Masyarakat Depkes RT.
8. Tjandra Yoga Astama,TRI
Hastuti.Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Jakarta:Penerbit Universitas
Indonesia,2002.
artikel yang bisa menggugah kesadaran dan pengetahuan si pembaca, sukses selalu gan :)
BalasHapuswww.sepatusafetyonline.com